athiverse

Hilang

“Le” panggil Resha yang sedang menyuapi Tata eskrim coklat. Perempuan yang juga sedang asyik dengan eskrim vanilanya menoleh dengan sedikit terpaksa. “apaan?”. “titip Tata bentar ya, gue mau ke toilet dulu”. Setelahnya ia menaru cup eskrim itu dimeja dan pergi meninggalkan Ale dan Tata. Tak lama ada seorang SPG menawarkan dagangannya kepada Ale membuat fokusnya pada Tata teralihkan, ia sibuk memperhatikan dagangan yang ditawarkan SPG tersebut. Tanpa ia sadari ada seorang wanita memanggil Tata dari belakang dengan iming-iming permen lolipop, anak perempuan itu lantas menghampirinya untuk mengambil sebatang permen itu. Dan setelah Tata menghampiri wanita itu lantas ia langsung di gendong dan dibawa pergi. “Le, kata tante dia gak pulang dulu dua hari ini” ucap Resha saat tiba di meja yang mereka duduki tadi, namun fokusnya teralihkan ketika melihat Tata tak ada di tempatnya. “loh Le.. Tata kemana?...” tanyanya. “ya ini disamping gu—“ ucapanya terpotong saat ia melihat gadis kecil itu tidak ada disampingnya. “LOH TADI ADA DISINI” ucapnya sedikit teriak karena faktor panik. Mereka berdua segera mencari kesetiap -sudut taman, tapi tak menemukan tanda-tanda kemunculan Tata. “Res..” panggil Ale lemas. Tubuhnya terasa lemas karena khawatir dan merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Tata. “maaf” “udah gak apa kita cari bareng-bareng. tenang.. doa semoga Tata gak kenapa-kenapa” perkataan Resha membuatnya sedikit tenang. Dan segera menyamakan langkah kaki pria itu yang sedang mencari Tata.


Sekarang mereka sudah berada di rumah Ale, tapi tidak bersama Tata, gadis kecil itu sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya. Mau lapor polisi pun belum 1 x 24 jam. Ale sekarang hanya bisa berdoa semoga tak terjadi apa-apa dengan Tata. Air matanya tak berhenti keluar karena rasa bersalahnya membuat Tata hilang. Tak berbeda dengan Resha merasa bersalah karena mengajak mereka pergi keluar.

Hujan

Langkahnya tergesa-gesa, tak peduli seberapa basah tubuhnya akibat hujan yang sedang turun sekarang. Matanya mencari-cari seseorang yang membuatnya sekhawatir ini.

Sedang apa dia malem malem disini? Batinnya Matanya tetap mencari sampai pada netranya menemukan seseorang yang sedang di cari, sedang berjongkok di depan sebuah ruko yang sudah tutup, dengan baju lengan pendek bewarna putih yang sudah basah juga membuat pakaian dalamnya sedikit terlihat.

“bangun Le”. Yang di panggil mengangkat kepalanya, dan tanpa aba-aba ia langsung memeluk Resha erat. Dan menangis.

“Eh lo kenapa?!” Tanya Resha panik. Tangan nya mencoba membuka pelukan Ale tetapi tenaga Ale terlalu kuat. Akhirnya ia menyerah dan beberapa saat kemudian tangannya terangkat mengelus surai rambut hitam milik Ale yang sudah basah mencoba menenangkannya.

Sekiranya sudah tenang ia mencoba kembali membuka pelukan Ale. “Ke kafe dulu yuk?” ajaknya. ia tak mungkin membawa Ale pulang dengan keadaan berantakan seperti ini bisa-bisa tantenya semakin khawatir. Ale hanya mengangguk dan berjalan bersama Resha di bawah payung yang sama.


“Jadi tadi lo lagi jalan sama Dafa?” Tanyanya memastikan.

Ale mengangguk, “iya terus tiba-tiba ada yang telp dia dan terus ya dia tiba-tiba suruh gue turun padahal itu kondisi ujan lagi deres banget” ucapnya. “ternyata yang telp dia itu pacarnya” lanjutnya.

Resha membulatkan matanya tak percaya. “Jadi dia udah punya pacar?”

“Iya, gue juga baru tau pas dia bilang”

“Kapan bilang nya?” Tanya Resha penasaran.

Ale menunjukkan ponselnya kepada Resha, “ini barusan” ucapnya dengan nada sendu.

Resha masih tak percaya, kalo Dafa tega meninggalkan seorang perempuan ditengah hujan deras, lelaki itu segera menyeruput teh hangat yang berada di depannya, segera ia membuka tasnya lalu mengeluarkan sebuah hoodie abu dan memberikannya kepada Ale.

“Pake” ucapnya Ale segera memakainya dan tanpa mereka sadari bahwa huja hampir reda.

“Mau balik sekarang?” Ale mengangguk.

#.

Pagi itu aku berada di rumah sakit, ya bunda drop kembali. Disinilah aku berada, disamping ranjang bunda. Melihatnya terbaring lemah seperti itu membuatku menangis tak pernah terbayangkan bahwa bunda akan memiliki penyakit serius.

Sesekali ku elus surai hitam miliknya yang kian lama berubah warna menjadi putih. Sudah dua bulan bunda bulak balik kerumah sakit dan finalnya ia harus dirawat inap kurang lebih dari satu bulan lalu.

Bunda membuka bisnis cattering untuk membiayai kehidupan kami, tapi sejak bunda sakit, bisnis itu dihentikan atau bisa dibilang di paksa di hentikan karena aku tidak bisa mengelolanya.

Jika kalian tanya ayah, bunda sudah bercerai sejak aku berumur tujuh tahun. Dan ya sejak hari itu aku sudah tak melihat ayah lagi karena kami pindah keluar kota, meninggalkan ayah dengan seorang anak perempuan, yaitu adikku. Tapi wajah ayah masih teringat jelas di ingatan ku. Entah dia mengingat ku atau tidak. Tapi yang pasti aku benar-benar rindu sama ayah.

Jam menunjukkan pukul satu siang, tanda aku harus segera pergi kerumah Ale untuk menjaga keponakannya. Sebenarnya hari kerjaku hanya senin sampai jumat. Tapi karena sang ibu ada pekerjaan tambahan, akhirnya aku harus datang juga di hari sabtu ini.

#tuduhan

Sepertinya semesta tak menginzinkan Resha beristirahat hari ini, pasalnya dari jam tujuh pagi ia sudah diminta untuk datang dan menggantikan salah satu shift rekannya yang sakit hari ini.

“Res, itu ada tamu” ucap Selly dari arah dapur dengan kedua tangan memegang nampan berisikan milkshake stroberi dan sepiring cheesecake.

Resha sedikit berlari ke arah tamu yang baru saja datang, “selamat pagi bu, mau pesan apa?” tanyanya dengan sopan lalu mengeluarkan kertas dan pensil.

“em nanti dulu ya mas, saya nunggu temen dulu” ucap seorang perempuan dengan setelan jas rapih, yang Resha duga akan bertemu dengan seroang yang penting.

Resha mengangguk, “baik bu, permisi”


“Mana ada maling ngaku!” Teriak salah satu manager kepada Resha, “ngaku aja kamu, kamu kan yang ngambil uang dikasir?!”

Dengan dada yang sedikit sesak menahan tangis Resha berusaha menjawab, “demi Allah pak, saya gak ngambil uangnya” ucapnya.

Tak lama salah satu manager masuk dengan membawa tas Resha, dan menaruh beberapa lembar uang diatas meja. “Ini apa Aresha?” Ujarnya. “Bukti sudah jelas kalau kamu yang ngambil” Resha sendiri bingung bagaimana bisa uang sebanyak itu ada didalam tasnya? Dan darimana asalnya? Ia masih mencoba membela diri. “Demi Allah pak, saya gak tau sama sekali sama uang ini, saya sendiri gak tau bagaimana bisa uang ini ada di tas saya. Pak saya mohon.. sa-saya bener-bener gak tau” ujarnya lagi, katanya mulai memanas tapi sebisa mungkin ia tahan. “Kalo bapak masih gak percaya coba cek cctv disini pak” ucapnya lagi masih berusaha.

“cctv lagi rusak” ucap manager yang satunya.

Resha sudah pasrah, tubuhnya lemas, tak ada bukti yang bisa menguatkan kalau ia tidak salah. Karena pada hari itu juga, ialah yang menjaga kasir sampai kafe tutup, dan juga bukti uang yang ada di dalam tasnya. Seperti tak ada alasan lagi untuk Resha membela diri.

“Sekarang kamu sudah tak bisa mengelak lagi Resha, mulai sekarang kamu saya pecat!” Ucap final sang manager.

Resha keluar dari kafe dengan masih berusaha menahan tangis, lalu ia pergi ke sebuah warung kopi di seberang kafe, dan akhirnya pertahanannya runtuh disana. Tangisnya jatuh, hatinya sakit, tubuhnya lelah, ia benar-benar sudah lelah dengan keadaan.

#gubuk baca

Sore itu karena kafe tempat ia bekerja sedang tutup, ia pergi ke sebuah tempat yang bernama 'gubuk baca' yang sudah beberapa bulan ini tak ia datangi.

“Kak Ares!” teriakan seorang anak membuat anak-anak lain yang sedang bermain segera menoleh ke arah Resha lalu seperkian detik mereka berlari ke arah Resha dan langsung memeluknya.

“Loh kak Ares gak kerja?” Ucap salah seorang anak. Resha berjongkok menyamakan tingginya dengan sang anak. “Lagi libur” ucapnya dengan senyum seraya mengelus surai hitam milik sang anak. “Kalo bunda... udah sembuh?” Tanya nya lagi. Kini wajah Resha menampilkan senyum lebih tulus lagi. “Doain ya, semoga bunda cepet sembuh” ucapnya.“Yuk masuk”

Tak berbeda dari sebelum Resha datang, mereka kembali sibuk sendiri, tapi ada beberapa anak yang datang kepadanya dan bertanya tentang beberapa soal matematika.

“Kalo ketemu soal kayak gini, pembagiannya dulu yang dikerjain baru penjumlahannya”. Terang Resha seraya memberikkan beberapa soal baru. “Coba kerjain ini dulu”

Sang Anak dengan semangat menyelesaikan beberap soal yang Resha berikan, matanya menatap buku dengan serius, seraya menggigit bibirnya dan kakinya yang terus bergerak.

Anak itu memberikan hasil kerjanya kepada Resha. “yap, sudah betul ini” ucap Resha. Senyuman terukir dari wajah sang Anak, soal yang selama ini ia tanyakan kepada orang tuanya, kini sudah terjawab oleh Resha.

Hari semakin gelap, tapi tak kunjung ada tanda-tanda kalau anak-anak itu akan pulang ke rumahnya. Mereka masih asyik bermain petak umpat dengan tawa yang masih mengikuti.

“hei, udah mau maghrib pulang dulu sana, pasti di cariin mak sama abah dirumah” ucap Resha sedikit teriak, ia sudah berdiri disamping pos jaga di permainan petak umpat seraya menemani sang pencari. Setelah mendengar teriakan Resha satu persatu anak yang sedang mengumpat mulai menghampirinya dan pamit pulang.

Sebuah 'gubuk baca' yang ia dirikan setahun yang lalu, kini sudah memiliki 100 buku lebih dengan lima puluh anak yang mengisi, ia mendirikan itu karena merasa kegiatan literasi di zaman sekarang ini sangat kurang. Bermodal buku-buku cerita yang ia punya dan dengan bantuan bundanya, ia mendirikan tempat ini. Dan ternyata usaha selalu membuahkan hasil bukan? Sekarang banyak anak-anak yang mulai tertarik membaca buku bahkan ada yang sudah menamatkan hampir semua buku disini.

#.

Pukul tiga pagi semua barang sudah di pindahkan ke bagasi mobil, mamanya sudah siap dengan tangan penuh dengan surat-surat penting yang harus dibawa.

“Jaga diri kamu ya, mama belum tau berapa lama nanti disana” matanya menatap putri satu-satunya mengelus surai rambut hitamnya. “Tante Nara dateng sore, kamu dirumah sendiri hati-hati”

Ale mengangguk lalu menyalami kedua tangan orang tuanya. “Mama sama papa juga hati-hati, kalo Ale telepon nanti diangkat loh”

“iya pasti, ya udah kita berangkat ya nanti sekolah sama mang abdul ya” ucap mamanya seraya melambaikan tangan, kemudian mobil sedan hitam itu berlalu dari halaman parkir rumah Ale.


“yaa, Freyaa” panggil Ale yang baru saja datang, tetapi seorang yang ia cari tidak terlihat sosoknya di kelas, kelas hanya berisi beberapa anak yang sedang menyalin pr hari ini. Ia segera duduk dibangkunya dan menemukan sebungkus basreng di meja Freya dengan keadaan terbuka, sudah pasti sang pemilik sedang berlari keluar untuk membeli minum karena kepedasan.

“Freya, gue minta ya, ya makan aja, makasih, sama-sama” gumamnya pada diri sendiri lalu segera mengambil sebungkus basreng itu dan melahapnya, tetapi setelahnya tiba-tiba ia merasakan rasa panas di mulutnya dan baru saja ia hendak mengambil botol minum didalam tasnya, ia baru sadar bahwa ia lupa membawa botol air, sial.

#Res, pr mana?

“Resha pr mana” ujar Vindra dari bangku depannya. Pria yang dituju yang ternyata sedang menidurkan kepalanya segera duduk tegap dengan wajah panik. “Lupa anjrit” ucapnya.

“Kebiasaan” Vindra segera mengeluarkan buku bersampul coklat rapih lalu memberikannya kepada Resha, baru saja Resha ingin membuka bukunya pak Sutris sudah masuk ke dalam kelas dan melihat apa yang akan Resha lakukan.

“yang gak ngerjain pr, keluar kelas.” lantas semua murid yang masih ramai mengobrol karena belum sadar akan kehadiran pak Sutris tiba-tiba langsung terdiam. “SEKARANG”


Disini lah Resha berada, kantin. Dengan beberapa anak lain yang tak mengerjakan pr. suasana kantin sangat damai karena ini masih jam pelajaran dan semua murid masih berada di kelas untuk belajar.

Sampai tak lama ada suara ribut dari lapangan, dengan penasaran Resha menghampiri suara itu, dan disana terdapat lingkaran kerumunan siswa siswi, di datanginya kerumunan dan betapa terkejutnya ia melihat Ale yang sedang pingsan di tengah kerumunan itu.

Didesak paksa kerumunan itu dan dengan sigap ia langsung mengangkat dan menggendong Ale dengan ala bridal style ke uks.

#“aw!”

Brak “Aw” pekik Ale yang sudah tersungkur di jalanan, telapak tangan yang menopang tubuhnya memerah lalu seperkian detik mulai mengeluarkan cairan merah hangat, sedangkan seseorang yang menabraknya terpental tidak jauh dari tempat ia terjatuh.

Ale sedikit berlari menghampiri pria itu, terdengar sedikit lirihan kesakitan dari pria tersebut.

“Lo gak papa?” ujarnya yang masih berusaha mengeluarkan tissue dari ranselnya.

“Loh Ale?” Ucapan itu membuat Ale segera melihat ke arah pria itu, suara yang sangat ia kenal, Resha.

“LOH RESHA?” Reflek segera ia mengecek keadaan Resha melihat apakah ada luka yang menodai tubuhnya atau tidak, matanya terlihat panik, tangannya masih setia mengecek setiap detail tubuh pria itu. Sampai pada akhirnya genggaman tangan Resha menghentikan aktivitasnya.

“Lebih baik lo obatin dulu luka lo ini” ucap Resha seraya menunjuk luka di telapak tangan Ale, segera ia mengeluarkan sekotak obat yang selalu ia bawa jaga-jaga bila terjadi hal seperti ini. “maaf”

Pria itu menunduk merasa bersalah dengan apa yang ia buat, “anjing”. Tatapan Ale menajam ke arah Resha, membuat ia sadar bahwa ia telah membuat kesalah pahaman.

“M-maksud gue itu karena tadi ada anjing lepas Le, reflek gue lari dan ya gue gak liat lo di depan gue” ujar Resha menjelaskan. Ale hanya mengangguk ia tahu bahwa Resha memang takut dengan anjing. “yaudah gak apa-apa, udah kejadian juga”

“Lo ngapain disini?” tatapan Resha kembali mengamati tempat dimana sekarang mereka berada, ya, halte bus.

“Gak ada yang nganter”. Bunyi klakson bus membuat obrolan itu secara terpaksa terputus, segera mereka naik karena jam sudah menujukkan pukul 06.20 yang artinya tinggal butuh 10 menit lagi untuk sampai ke sekolah.

#“bertahan ya bunda”

Di lorong rumah sakit yang sangat ia hafal, ia berjalan lemas dengan sebuah kantong plastik berisi buah-buahan yang ia beli sebelum ke rumah sakit, tempat yang sudah ia datangi lebih dari dua bulan belakangan ini.

Lavender 12 Dibukanya pintu biru dengan perlahan, kemudian menampilkan seorang perempuan di atas ranjang rumah sakit sedang terlelap dalam tidurnya dengan alat infus yang terpasang rapi ditubuhnya.

Berjalan pelan ternyata tak berguna, karena nyatanya ia tidak tidur. Hanya memejamkan mata.

“Baru pulang? Kok malem banget?” Ucapnya dengan nada lemah

“Iya bun, tadi Resha bantu-bantu pak Joko di bengkelnya dulu” ucapnya seraya memindahkan buah-buahan yang ia bawa ke dalam piring kecil disamping nakas sang bunda.

“Pulang dulu sana, istirahat, bunda gak apa-apa” “Enggak, Resha mau disini aja lagian dari sini lebih deket ke sekolah juga”

“Bunda mau pulang Res” “Bun, bunda masih sakit kata dokter tunggu minimal tiga hari lagi kan?” Ucapnya lembut. “Nurut ya bunda, Resha gak mau bunda sakit lagi nanti”. Tangannya terulur untuk memegang tangan sang bunda.

“Bukan pulang kerumah Res” “Terus?”. Tanya Resha yang masih setia mengelus lembut lengan bundanya seraya sesekali mencium tangannya. “Ke surga”. Ucapan itu membuat Resha mematung dan segera menoleh ke arah lain memunggungi sang bunda demi menutupi air matanya yang akan mengalir.

“Bunda capek Res, capek” helaan nafasnya terdengar, membuat dada Resha semakin sakit. “Bunda juga tau kalo tante udah gak mau bantu biaya rumah sakit lagi, makanya kamu cari kerja part time kan?” Makanya kamu sering pulang sore bahkan malem dengan alesan dari bantu-bantu pak Joko.” ucap sang bunda lagi. “Bunda gak mau buat kamu repot Res, lebih baik bunda pergi bunda gak mau nyusahin Resha lagi”

Tubuh Resha bergetar, ia baru tau kalo sang bunda mengetahui apa yang ia lakukan dua bulan belakangan ini. Tapi kenapa bundanya malah ingin pergi sedangkan dialah alasan Resha bertahan, dialah harta satu-satunya yang ia punya, Satu-satunya tempat ia bernaung, dan satu-satunya tempat ia pulang. Dan sebisa mungkin Resha harus menjaga itu.

Malam itu adalah malam sendu untuk Resha dan bundanya.

Bertahan ya bunda — Aresha

#2

Waktu menunjukkan pukul empat sore. Sudah setengah jam Aresha terhitung terlambat datang ke kafe— tempat kerja barunya. Kafe yang terletak di pusat kota Jakarta itu memang selalu ramai oleh para pengunjung, tidak hanya anak muda yang datang berkumpul untuk melepas rindu tak jarang banyak juga yang datang untuk mengadakan rapat dengan kliennya, ada yang makan siang dengan keluarga, atau hanya untuk sekedar menumpang wi-fi kafe.

Lelaki itu berlari secepat mungkin menuju halte bus di depan sekolah, salah satu kendaraan yang selama ini Resha pakai untuk mengelilingi kota Jakarta. Resha mengutuk dirinya sendiri karena bisa melupakan tugas dari Bu Yuli— guru bahasa Indonesianya untuk membuat sebuah puisi tentang pahlawan yang sudah diperintahkan sejak dua minggu yang lalu, alhasil ia menjalani hukumannya yaitu membersihkan lapangan belakang sekolah yang terbilang cukup luas untuk standar lapangan sekolah pada umumnya.

Bus yang ditunggu datang, tak perlu menunggu lama Resha segera menaiki bus itu dan duduk di kursi paling belakang—tempat kesukaannya. Karena bisa dibilang sebagai kursi raja, alias ia bisa melihat semua aktifitas para penumpang dari kursi belakang.

Matanya mengamati setiap sudut jalanan, sampai akhirnya suara kenek bus membuyarkan konsentrasinya.

“Res” ucap sang kenek. “etdah bocah ngelamun bae, Ress woi”. Tubuh Resha bergetar menandakan bahwa ia terkejut dengan panggilan sang kenek, yang Resha panggil bang Anton.

“kenapa si bang, berisik amat dah” sewot Resha.

“Ye dodol, daritadi juga udah panggil pelan, maneh nya aja yang ga denger” ujar bang Anton seraya menghitung uang para penumpang. Resha hanya terkekeh mendengarnya lalu mengeluarkan selembar uang lima ribu yang lalu ia berikan kepada bang Anton.

“Gue turun di depan bang”. Tangannya menunjuk sebuah halte bertuliskan 'halte pusat kota.'

“Tumben”. Resha tersenyum matanya berbinar. “Alhamdulillah udah dapet kerjaan baru bang”

Seakan merasakan kebahagiaan Resha, bang Anton langsung mengucapkan syukur. “Alhamdulillah yang bener? Udah gue bilang kan rejeki gak kemana, alhamdulillah di jaga tuh kerjaan jangan sampe ilang lagi”

Resha mengangguk. “Iya doain aja bang, semoga bertahan lama”.lalu tak lama bus berhenti tepat di halte yang Resha minta. Ia turun lalu berlari tergesa-gesa ke kafe tersebut.


“Maaf pak, ini murni kesalahan saya tapi apa bisa bapak pertimbangkan lagi? Saya benar-benar butuh pekerjaan ini” ujar Resha, dengan nada memohon.

“Baiklah, saya beri kamu satu kesempatan lagi, kalo kamu ngulangin lagi, maaf saya gak bisa bantu kamu lagi” ucap salah satu manager kafe itu. Dengan penuh rasa syukur Resha mengangguk dengan mantap. “Baik pak saya janji gak akan ngulangin lagi, terima kasih banyak pak”.


Tepat pukul sembilan malam, sudah waktunya ia mengganti shift kerja dengan pekerja lain. Ia segera mengemasi barang-barangnya dan segera pulang.

Angin malam yang dingin membuat Resha yang berjalan sendiri memeluk dirinya sendiri guna untuk memberi kehangatan pada tubuh mungilnya. Tubuh mungil yang sangat kuat, tubuh mungil yang tegar sekali menghadapi kerasnya hidup.

Ia menghampiri kedai nasi goreng langganannnya, memesan sepiring nasi dan ketika makanannya telah siap ia segera melahap habis makanannya tanpa sisa. Ia baru ingat bahwa ia lupa makan siang karena hukumannya tadi. Lalu ia pergi membeli beberapa buah untuk ia bawa.