athiverse

#nganter map

“Lo tau orangnya Res?” tanya Tara yang sedari tadi celingak-celinguk di lorong gedung anak Ipa, ya di sekolah mereka gedung ipa dan ips di pisah, sehingga kalau tidak mengikuti organisasi atau bukan anak yang aktif maka jangan harap bakal di kenal seluruh warga sekolah.

“Tau” jawab Resha yang berjalan di depan ketiga temannya dengan map yang masih ia pegang.

“Gila nih cewek-cewek kayak gak pernah liat orang ganteng aja” celetuk Vindra yang sedari tadi hanya mengikuti teman-temannya dari belakang seraya memainkkan rambutnya. “Gue tau gue ganteng, tapi jangan gitu juga ngeliatinnya risih”

“Dih sok ganteng banget lo, mereka tuh dari tadi ngeliat Attar noh” ucap Tara yang sewot dengar ucapan Vindra sambil menunjuk Attar — sang atlet panahan kebanggaan sekolah, yang siapa sih yang enggak kenal sama Attar Bamantara.

“Bukan Vindra kalo ga gr”. Semuanya tertawa akibat perkataan Attar kecuali Vindra yang langsung berjalan duluan berniat meninggalkan temannya. Tapi baru tiga langkah di depan temannya ia memundurkan langkahnya.

“Kenapa lo mundur lagi, udah sana” ujar Resha sewot.

“Hehe, gue gak tau kelas nya”


“Nih mapnya” ucap Resha pada Ale yang sudah menunggu nya di depan kelas.

“Makasih ye, lagian kok lo bisa ketemu pak Aziz si? Ngapain lo di gedung ipa”

“Dih suka-suka gue dong?”

Ale hanya memutarkan bola matanya malas, berniat masuk ke kelas tapi gagal karena Resha kembali berbicara.

“jangan lupa makan”. ucap Resha dengan mata teduhnya, mata teduh yang kadang Ale sukai, mata teduh yang membuat dirinya tenang selama hampir tujuh tahun belakangan ini.

“Iya iya” jawab Ale. “Udah sana, udah mau bel”. Ale segera memasuki kelasnya meninggalkan Resha dan teman-temannya didepan kelas yang sudah menjadi tontonan para siswi-siswi sejak tadi.

#1 dua hari ya lalu

“Le, Fano apa kabarnya?” tanya Freya seraya duduk sambil membawa sebuah mangkok bakso dengan sambal yang sangat banyak.

“Lo mau makan bakso pake sambel apa makan sambel pake bakso Hah?” tanya Ale mengalihkan pertanyaan.

“Gausah lo ngalihin pembicaraan ya Le, gue tau” satu suapan bakso berhasil masuk ke mulut Freya setelah ucapannya.

“Dih siapa yang ngalihin pembicaraan” ucap Ale mencoba mengelak. “Kalo lo tanya Fano gue ga bisa jawab tapi kalo lo tanya Vino dia sehat walafiat.” Desahan nafas keluar sebagai jawaban Freya, membuat Ale tertawa.

“Ngapain juga gue nanyain kucing gendut lo itu bocah”

“Kali aja lo mau tau?” ucap Ale dengan tawa yang masih menghiasi wajahnya.

Keduanya tiba-tiba terdiam, fokus pada kegiatannya masing-masing sembari memikirkan suatu hal yang dari kemarin mereka ributkan.

“Jadi gimana?” Tanya Freya memecah keheningan. Tangannya kembali menyendokkan sesuap bakso tanpa selera.

“Gimana apanya? Dari awal kan gue sama dia emang gak ada apa-apa” helaan nafas keluar, lalu ia menyenderkan tubuhnya pada bangku yang sedang mereka duduki, memejamkan matanya mengingat kembali apa yang terjadi lima hari yang lalu. “Gue ga pernah marah, cuma kaget aja sebenernya”

“Dia udah minta maaf?” “Buat apa minta maaf? Dia ga salah kok” ucap Ale lagi, tubuhnya kembali tegak tapi tak bisa menyangkal ada sendu di matanya. “Gue harap si, dia bakal balik lagi.. ga suka gue kita jauh-jauhan gara-gara cowok doang” Freya hanya bisa menatap sahabatnya itu, posisinya sangat sulit karena ia tak bisa memihak salah satu dari sahabatnya itu.

Terdengar suara langkah kaki, semakin lama semakin mendekat menandakkan bahwa si empunya sedang berjalan ke arah mereka. Satu kalimat keluar dengan suara yang sangat mereka rindukkan.

“Hai, boleh gabung?” ucap Nessa dengan sebotol teh di tangannya.

“Duduk nes” ucap Ale. “Akhirnya lo kesini lagi kangen tau gak gue” ucapnya seraya memanyunkan bibirnya, mencoba mencairkan suasana.

Nessa mendudukkan tubuhnya pada bangku di depan Ale. “Ma—, belum sempat Nessa mengucapkan kata maaf Ale langsung memotongnya. “Gak, lo ga salah Nessa” potong Nessa. “Lo udah minta maaf berapa kali sama gue coba?” “Ya tapi gue ga enak Le”. Kepalanya ia tundukkan seakan tak mampu untuk menatap mata sahabatnya itu.

“Kalo lo kayak gini, gue malah marah sama lo”. Tangan Ale terangkat memegang tangan Nessa. “Gapapa, beneran gapapa asli suer ciyus” ucap Ale dengan memberikan sebuah tanda peace dari jari telunjuk dan jari tengahnya tak lupa dengan senyuman kecil. Hanya anggukkan dan senyuman kecil yang Nessa berikan. “Makasih banyak Le”

“Udah-udah ah, ga enak banget suasana kayak gini” ucapan Freya membuat dua orang yang sedang menyelesaikan masalahnya mendengus kesal ke arah Freya, menatapnya dengan sinis seakan ingin memakannya sekarang juga.“ganggu suasana aja lo” ucap Ale dengan tatapan tajamnya.

“Ya maap”. Jawaban itu membuat Ale dan Nessa tertawa, setelah ini keduanya berusaha melupakan masalah yang terjadi lima hari yang lalu dan kembali berhubungan baik seperti dulu.

#semifinal

“WOIII” “AKKKKKKKK” “GILAAAA YEAYYY” Terdengar sahut teriakan teman-temannya dari kya penonton setelah mendengar bahwa Kya dan Kala masuk babak semifinal. Setelah proses voting yang menegangkan terbayar semua dengan pengumuman itu.

Semua temannya berlari mendekat saling mengucapkan selamat dan terus menyemangati Kya dan Kala. “Keren lo gilaa!!” “Asli kek bukan Kya yang gue kenal jago abisss”. Tak habis-habis sahutan pujian dari para sahabatnya, membuat Kya tak henti-hentinya tersenyum. “Jangan kesenengan dulu, masih ada semifinal sebentar lagi” ucap Raka tiba-tiba.

“Iya-iyaaa” ucap Kya yang langsung memanyunkan bibirnya tanda , sedangkan Kala tiba-tiba di panggil oleh salah satu panitia untuk mengurus sesuatu.


“LOH ANJIR KOK SEAFOOD?” ucap Kya gelagapan. “MANA KEPITING, GUE BELOM PERNAH COBA MASAK ITUU” “Tenang Ky tenang” ucap Kala menenangkan Kya yang sudah panik. “Gue udah pernah masak ini, tenang.... udah ya lo nanti tinggal ikutin apa yang gue suruh aja nanti”

Kya mengangguk sedikit tenang akan jawaban Kala, “oke”

Kontes kembali di mulai, empat kelompok itu kembali berkompetisi, saling melakukan yang terbaik. Tapi di babak ini terlihat berbeda, karena Kya sedikit terlihat takut, ya karena tidak ada dalam rencana kalau mereka akan berhadapan dengan seafood apalagi dengan hewan bercangkang keras itu.

Kala dengan cekatan membersihkan kepiting itu dan merebusnya sedangkan Kya sedang membuat bumbunya.

Terlihat hampir 75% masakan mereka jadi, hanya tinggal menggoreng kepiting itu dengan bumbu yang sudah di buat. Kya hanya melihat Kala yang sedang mencampuri kepiting itu dengan bumbu di penggorengan. Keren, batinnya. Dengan cepat ia hilangkan pikiran itu dan kembali untuk membantu Kala.

“Kal.. terus gue ngapain?” Tanya Kya pada Kala yang masih sibuk dengan proses memasaknya.

“Siapin piring saji aja Ky, sama hiasannya” “Oke”

#D-Day

“Udah jangan tegang, tenang tarik napas buang tarik napas buang” pinta Harsan yang sedang menenangkan ketegangan Kya.

“Huh!” Hembusan nafas Kya yang sudah bisa menetralkan detak jantungnya.

Sekarang, mereka sudah berada di tempat kontes, ada delapan peserta yang mengikuti kontes ini termasuk Kya dan Kala.

“Dapet no berapa?” Tanya Rian. “No tiga yan” ujar Kala yang baru saja datang mengambil nomor peserta. Sekarang ia sudah memakai apronnya.

“Udah sana, udah mau mulai” ujar Lana yang sedari tadi hanya memakan snack nya bersama Naren.

Perlombaan pun di mulai, semua peserta sudah mulai sibuk dengan masakannya masing-masing, terlihat Kya yang dengan sigap membantu Kala. Tak ada lagi Kya yang selalu bertanya, hanya ada Kya yang dengan sigap dan lincah di dapurnya, yang selalu tau apa yang harus ia siapkan.

Perlombaan berjalan semakin sengit, waktu yang semakin sedikit dengan masakan yang belum juga siap. Terlihat Kala, Kya dan termasuk peserta lain menambah kecepatan mereka.


Lomba selesai tepat satu jam kemudian. Menampilkan berbagai makanan cantik nan lezat. Sesi mencicipi di pun dimulai sampai sang mc memberitahu tentang voting pemilihan karena selain dari nilai dari juri tetapi juga dengan suara penonton yang juga ikut mencicipi masakan tersebut.

“Ya, silahkan kalian buka twitter kami dan mulai memilih masakan favorit kalian” ujar sang mc. Dan sekarang semua penonton yang hadir segera melakukan voting tersebut.

#bisa ga ya?

“Seran ya..” ucap seseorang dari seberang sana. “Gue kenal baik sama dia, dia baik, sopan, lucu juga, dan tegas, tapi yang lo tau dia pergi dua tahun lalu, dan ninggalin luka besar buat Kya, dia sampe ga masuk sekolah empat hari karena nangis terus, gak mau makan dan terus ngurung diri ke kamar” jelas Raka dari seberang sana.

“Dan waktu semua nya hampir nyerah buat nyuruh dia makan, dia keluar dari kamar terus bilang gue laper.... dengan nada melas. Bayangin betapa keselnya gue pas dia bilang gitu sementara dari kemarin semuanya ribut nyuruh dia makan”

Hanya kekehan yang Kala berikan setelah mendengar penjelasan Raka. Lelaki itu segera menelpon Raka setelah ia sampai di rumah, ingin tahu lebih dalam siapa itu Seran.

“Kira-kira bisa ga ya, Kya buka hati lagi? Tanya Kala tiba-tiba.

Diam sejenak sebelum setelahnya Raka menanyakan sesatu. “Lo suka sama Kya?”

“Kayaknya(?)” Jawab Kala tak yakin.

“Bisa pasti bisa kok, dia cuma takut di tinggal lagi” jelas Raka. “Gue harap lo bisa buat Kya buat buka hatinya lagi, semangat bro!” Ucap Raka dengan nada menyemangati Kala.

“Semoga ya?” Setelah itu telepon di matikan membuat seseorang tersenyum dengan harapan.

#Hai

“Ky ini beneran tempatnya?” Tanya Kala memastikan tempat dimana ia berada sekarang, ya pemakaman.

“Bener kok yuk turun” Kya turun dari motor Kala, lalu memakai sebuah selendang untuk menutupi kepalanya, lalu menuju penjual bunga untuk membeli beberapa buah bunga serta air mawar.

“Yuk, Kal” Kya berjalan lebih dulu dari Kala, berjalan melewati beberapa makam dengan cepat seakan hafal sekali dengan tempat ini.

“Hai kak” ucap Kya tiba-tiba saat sudah sampai pada sebuah makan bertuliskan nama 'Seran Putra Wijaya'

“Hari ini aku bawa temen baru loh, bukan Raka atau bang Nata lagi” Kya berbicara lagi setelah diam sejenak membaca doa, seraya menuangkan air mawar itu ke makam Seran.

“Apa kabar disana? Enak ya? Pasti ga mikirin apa-apa lagi kan disana? yang jelas pasti Udah ga sakit lagi” ucap Kya lagi, kali ini dengan menabur bunga yang ia beli tadi. “Kangen, Ser... kangen banget, kangen curhat ke lo lagi kalo gue abis dari rumah oma, kangen jalan berdua lagi, kangen ngantin berdua, kangen lo tiba-tiba dateng main ke rumah bawa martabak, kangen kata-kata penenang lo saat gue sedih” kali ini bahu Kya sedikit bergetar, menunjukkan bahwa gadis di depannya sedang menahan tangis.

“Udah dua tahun ya Ser, lo ga ada di sini, dua tahun juga gue ga bisa buka hati buat orang lain,dan dua tahun juga gue masih mencoba ikhlas tentang kepergian lo, maaf... , lo pasti jagain gue dari atas kan? Pasti. Bahagia terus disana ya Ser, gue disini lagi nyoba buat bahagia, selamat lima tahun Seran” setelah nya Kya bangkit menatap kala yang sedari tadi menatapnya dari samping.

“Yuk Kal” lalu Kya kembali berjalan lebih dulu dari Kala.


“Lo pasti bingung ya dia siapa?” Tanya Kya yang sedang menyesap es teh manisnya, sekarang mereka sedang berada di sebuah kedai berniat menghilangkan dahaga yang sedari tadi mereka tahan. Hanya anggukan yang Kala berikan.

“Dia pacar gue, hehe” ujar Kya lagi. “Tapi dia pergi dua tahun yang lalu..”

“em, ky.. kalo lo ga mau cerita atau bikin lo sedih ga usah ky” cegah Kala.

“Eh, gak apa kok santai aja, dia sebenernya kakak kelas gue, kita deket karena dia temen bang Nata juga” jelas Kya lagi. “Dia koma hampir tiga bulan karena kecelakaan, dia bisa bertahan selama itu hanya karena alat bantu, dan kita semua tau kalo hanya ke keajaiban yang bisa buat Seran sembuh, tapi kita ga mau egois, dia pasti sakit, pasti tersiksa sama semua alat bantu itu, ja-jadi tepat sehari sebelum anniv ke tiga kita dia pergi...”

“Ky...”

“Dan sebelum dia pergi, dia sempet sadar dan bilang sesuatu dengan suara lemahnya dan gue masih inget banget apa yang dia bilang, ky... aku udah ga kuat...a-aku pergi y- ya.. jan...gan se...se...dih o..kei?. Tangis Kya pecah, air mata yang sedari tadi ia tahan turun dengan deras di depan Kala, membuat lelaki di depannya bingung dan berpindah ke samping perempuan itu dan menarik tubuhnya lalu mendekapnya.

Lima menit sudah Kya menangis di dekapan Kala, tetapi lelaki itu masih setia mengusap kepalanya berharap ketenangan yang ia berikan sampai ke gadis itu.

“Dia pasti seneng liat lo dari atas ky, dia pasti seneng liat lo udah bisa ketawa-ketawa lagi” ucapan Kala membuat Kya segera melepaskan tubuhnya dari dekapan Kala. Segera ia berpaling dari Kala dan kemudian menghapus air matanya.

“Kal, balik ya”. Kala mengangguk lalu segera keluar dari kedai dan menyalakan motornya.

Hanya hening yang menemani perjalanan mereka. Tak ada satu pun kata untuk membuat topik obrolan. Kya yang masih bernostalgia dan Kala yang masih mencerna semuanya. Dan tanpa di sadari mereka sudah sampai tepat di depan rumah Kya.

“Makasih Kal”. Kya segera masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Kala yang masih terdiam di motornya.

“Kal, rumah lo dimana dah?” tanya Kya sedikit teriak karena suara kendaraan yang berlalu lalang sangatlah kencang.

“Sebentar lagi sampe kok, deket pertigaan belok kanan” balas Kala tak kalah kencang.

Motor itu berlalu dengan kecepatan normal, sesekali sedikit menyalip kendaraan lainnya agar lebih cepat sampai, tak lama motor itu berhenti tepat didepan sebuah rumah dengan pagar putih dilengkapi interior-interior cantik lainnya, banyak sekali tanaman-tanaman hias, yang Kya yakin pasti pemiliknya adalah ibu dari Kala.

“Ibu lo suka koleksi tanaman hias juga ya Kal?” Tanya Kya tiba-tiba seraya menyentuh beberapa helai daun dari tanaman aglonema.

“Iya, suka banget ini ga seberapa, di rumah yang lama lebih banyak lagi” ucapnya. Kala lalu berjalan menuju pintu rumah, mengambil kunci dari kantong celananya dan membukanya perlahan.

“Yuk masuk, tenang ada ibu kok dirumah” Setelah mereka masuk, mereka dikejutkan oleh sapaan seorang wanita. “Eh, kamu udah pulang” ucap sang ibu, dari arah kamar berjalan menuju mereka berdua. “Ini siapa?”

Kya menyalami tangan ibu Kala,“Kya tante” ucap Kya. “Ah, kya... cantik” ujar sang Ibu, lalu mempersilahkan Kya duduk.

“Loh bu, Tania mana?” tanya Kala yang baru saja keluar dari sebuah kamar terlihat mencari sesuatu.

“Oh...dia lagi dirumah tante lagi main”

“walah, dari tadi kucariin, ternyata lagi pergi”

Sang ibu terkekeh kecil, lalu tak lama kembali menyadari ada Kya disini. “Eh iya ada apa nih kesini?”

“Ini loh bu, yang kemarin aku ceritain tentang kontes masak, ini yang jadi partner ku nanti” jelas Kala.

Sang ibu mengangguk paham. “Terus kalian mau masak apa?” Hanya gelengan kepala yang bisa mereka berikan.

Sang ibu tampak berpikir. “Gimana kalo ayam bakar taliwang?” Seakan mendapatkan jawaban yang memuaskan Kala langsung mengangguk setuju. “Boleh bu, boleh banget!!” Ucapnya antusias.

“Kalo Kya, gimana?” Yang ditanya hanya bisa mengangguk “kya, ikut aja tan”

“Sip deh, sekarang tinggal kita eksekusi aja di dapur” kata sang ibu, lalu segera pergi menuju dapur.

“Ayam bakar taliwang ibu itu enak banget, makanya gue langsung setuju pas dia usulin itu” ujar Kala sedikit berbisik lalu pergi mengikuti ibunya. Tak sadar, Kya tersenyum dengan perkataan Kala tadi.

*** “Kala tadi bilang, kalau kamu belum bisa masak?” Tanya tante Kayla—ibu Kala.

“I-iya tan” jawab nya sedikit canggung “Gapapa, tante ajarin sampe bisa tenang” “Makasi tante”

Kegiatan masak memasak pun di mulai, Kya memulai dengan memotong-memotong bahan-bahan untuk bumbu yang diperintahkan oleh Kayla. Kala memotong ayam sebagai bahan utama dalam masakan, sedangkan Kayla hanya memberi arahan kepada mereka, walau sedikit gemas karena dua anak remaja itu sedikit lambat.

“Ayo cepet, kalo lomba pasti ada waktu kan gunain waktu seefisien mungkin” ujar Kayla

Setelah semua bahan siap, Kya mulai menyalakan kompor dan menuangkan minyak ke penggorengan, kali ini dengan lebih hati-hati. Lalu memasukkan bumbu yang sudah ia buat untuk ditumis “Kal, ini semuanya?” Tanyanya dengan tangan yang masuk setia memegang mangkuk berisi bumbu mentah”

“Iya masukin aja semua.” Lelaki itu sedang sibuk memotong ayam lalu melumurkan sedikit perasan jeruk dan garam ke ayam yang sudah di potong. Lalu ia menyiapkan panggangan. “Ky, tolong ambilin itu” menunjuk ke sebuah pencapit.

Ketika kala sedang asyik membolak balik ayam, terasa bau tidak enak, seperti bau.. bau gosong. Waktu Kala menoleh benar bumbu yang Kya tumis sudah setengah gosong, Kala langusng mematikkan kompor.

“Heh, jangan bengong” ujar nya, membuat Kya terbelalak kaget “Eh aah ya ampun anjir” seakan tersadar dari lamunannya Kya kaget sendiri melihat tumisannya gosong. “Yah gosong...” ucapnya pelan

“Yaudah gapapa, eh ambil kuas ky” “Kuas? Kuas buat apaan kan ga lagi ngelukis” tanya Kya heran.

“Bukan kuas gituan anjir, itu tuh kuas itu buat ngoles bumbu ke ni ayam” jelas Kala lalu menunjuk ayam yang sedang di panggang

Setelah yakin, ayam matang dan bumbu sudah meresap dengan sempurna, Kala lalu memindahkannya ke piring, tak lama sang ibu kembali ke dapur yang sebelumnya sedang menerima telepon dari teman jauhnya. “Udah mateng Kal?”

“Udah bu, terus ini udah?” Tanyanya. “Satu lagi, kasih perasaan jeruk nipis, biar lebih seger” ucap sang ibu.

Setelah semua selesai, mereka sudah berada di meja makan, dengan Kayla—sang ibu menjadi juri dadakan. Walaupun hampir seluruh langkah-langkah ia awasi, tetap saja ada rasa yang berbeda.

“Agak aneh ya, em apa ya yang kurang” tanyanya heran pada diri sendiri.

“Em, anu tante itu tadi bumbunya sedikit gosong, hehe” ucap Kya tiba-tiba. Seakan menjawab pertanyaannya ia langsung mengangguk dan kembali melanjutkan makanannya.

“Udah enak kok, tapi ya karena bumbu gosong, jadi rasanya agak aneh” jelas Kayla setelah selesai makan. “Tapi buat pemula kayak kya, bisa buat bumbu kayak gini udah bagus, walau masih tante bimbing, nanti tinggal kita asah sedikit lagi, kuncinya Kya harus berani nyoba hal baru, udah itu aja”

Kya hanya tersenyum menanggapi “ iya makasih banyak tante”

tes