Bertahan ya, karena Tuhan tahu kamu kuat.
Nanda berlari menuju ruang ICU dengan tergesa-gesa. Renjana yang berjalan di belakang Nanda mau tak mau ikut berlari menyamakan langkah temannya ini.
di depan ruang ICU terdapat perempuan yang Renjana kira mungkin sudah menginjak kepala empat itu sedang duduk dengan kepala tertunduk. Langkah Nanda ia pelankan mengetahui bahwa tantenya itu kini tengah terlelap.
di guncangnya pelan bahu lemah itu. membuat si empunya sedikit demi sedikit membuka matanya, berusaha menetralkan cahaya yang akan kembali menyapa penglihatannya.
“Tante, oma gimana?” tanya Nanda tepat pada intinya. Tante Gea, kakak dari ibunya itu menggeleng lemah, “Masih belum sadar Nan.” Nanda menghela nafasnya kasar, kepalanya menengadah menatap langit-langit rumah sakit dengan tatapan nanar, rambutnya diacak-acak kasar.
Renjana buru-buru menahan pergerakan tangan Nanda yang semakin lama bisa saja menyakiti dirinya sendiri. “Hei, udah,” katanya pelan sembari menuntun Nanda duduk pada kursi kosong di sana.
Cukup lama mereka terduduk sampai dokter yang tadi izin memeriksa omanya kembali keluar dari ruang ICU. dengan cepat Nanda berdiri menghampiri pria tua berkacamata itu. “Gimana dok keadaan oma saya?”
“Penyakit kanker payudara yang oma Anda derita sudah semakin parah, dan sebaiknya segera dilakukan operasi pengangkatan payudara. mencegah kankernya akan menyebar ke seluruh tubuhnya.” Kaki Nanda melemas, langkahnya demi sedikit ia mundurkan sampai pada akhirnya ia terjatuh pada kursi yang tadi ia duduki.
“Saya izin untuk kembali memeriksa pasien lainnya, dulu. permisi.” dokter itu pun berlalu kala mendapat anggukkan dari Renjana.
“Tante kena PHK Nan, uang darimana untuk biaya operasi.... “ ujar tantenya pelan dengan tatapan kosong ke depan. Nanda memejamkan matanya, nafasnya kini tercekat. bibirnya ia gigit guna menahan tangis yang mungkin sebentar lagi akan keluar.
Renjana yang melihat itu semua tak tega. ia kemudian izin untuk keluar sebentar. dadanya ikut sesak melihat keadaan di dalam tadi. dengan sedikit gemetar ia keluarkan ponsel pada sakunya, menekan tombol telepon pada nama ayahnya di sana.
“Assalamualaikum pak?” ucapnya pelan seraya menunggu lawan bicaranya menjawab sapaan salamnya.
“Wa'alaikumussalam, kenapa nak?” jawab ayahnya dari seberang sana
“Renja ganggu bapak?”
“Nggak sama sekali, ada apa?”
“Teman Renja… dia butuh uang untuk operasi neneknya, bapak bisa bantu? Renja nggak tega pak lihatnya.” tuturnya cepat namun sedikit tertangkap getaran takut dari suaranya. helaan nafas dari sang ayah tertangkap pada pendengaran Renjana, tangannya memilin kuat ujung bajunya, takut yang ia rasa semakin besar.
“Pak, Renjana tahu ini bukan biaya yang sedikit tapi Renja ada tabung-”
“Kamu kirim lokasi rumah sakitnya, bapak kesana,” potong Darma cepat. Renjana yang mendengarnya sedikit terkejut lalu mengangguk kaku, “Iya pak.”
“Terimakasih om….” ucap Nanda dengan senyuman tipis yang ia beri pada Darma membuat hati pria itu sedikit berdesir, entah apa alasannya tapi senyuman itu begitu hangat ketika ia lihat, sama seperti saat Renjana tersenyum padanya.
Darma mengangguk, “Sama-sama, nak,” jawabnya lembut lalu mengusap rambut Nanda pelan. kemudian tubuh Nanda ia tarik dalam pelukannya. “Sabar ya, oma Nanda pasti akan baik-baik aja.”
Hangat. Baru kali ini Nanda merasakan perasaan aneh ini, Omanya sering memeluknya tapi baru kali ini Nanda merasa akan perasaan yang begitu berbeda kala dipeluk Darma. Ia ketagihan, ia begitu suka pelukan ini. Entah ini perasaan apa tapi Nanda senang, hatinya merasa begitu nyaman di dalam dekapan Darma.
Renjana yang melihat itu tersenyum tulus walau hatinya merasa sakit, apa ini rasa iri yang tak pernah ia dapat dari ayahnya itu? seumur-umur Renjana belum pernah merasakan pelukan ayahnya. tapi Renjana nggak boleh merasa iri di atas kesedihan orang yang saat ini sangat butuh sandaran. mengabaikan perasaannya kalau ia juga butuh sandaran.
Renjana sedikit meringis lalu cepat-cepat ia singkirkan pikiran buruk tentang ayahnya dan kembali mengingat perlakuan baik ayahnya akhir-akhir ini yang membuat Renjana begitu heran. tapi dengan mengingat itu dengan mudah ia kembali sunggingkan senyum manisnya.
“Nan, abang pulang dulu ya?” ujar Renjana setelah operasi omanya Nanda berjalan lancar. Nanda menoleh lalu kemudian memeluk Renjana tiba-tiba, “Makasih ya bang, makasih banyak.” Renjana tersenyum, “Sama-sama, jangan lupa istirahat ya.”
Setelahnya Renjana pulang bersama Darma yang sudah lebih dahulu berada di mobil.