| Takut

Pemandangan dua sejoli dihadapan ku sekarang membuatku seketika berhenti dari langkahku untuk memandangi mereka sebentar. Terlihat sangat bahagia, pikirku.

“oit! Sedang apa?” Tanya Kafka, teman sekelasku, ia membawa beberapa buku dari perpustakaan, ku yakin dia sedang membawa buku titipan anak-anak lain untuk mata pelajaran selanjutnya.

Aku menggeleng, “tidak.. aku sedang membetulkan tapi sepatuku saja” reflek aku bungkukkan badan untuk membetulkan tali sepatu, yang sebenarnya tidak lepas sama sekali. Ku lihat pandangannya kedepan menatap dua sejoli yang sedang bercanda di ujung lorong. Alisnya terangkat satu, “mereka ya?” tebaknya

Pasrah sudah ketahuan, aku pun mengganguk. “Move on dong!” Ucapnya dengan agak kencang, membuatku reflek sedikit membulatkan mata. “susah” jawabku malas.

“Bukan susah, tapi takut”. aku menoleh kepadanya, memusatkan seluruh perhatianku sekarang kepadanya. “Maksudnya?”

“Duduk dulu sini” ucapnya seraya duduk dan menepuk-nepuk tempat kosong disebelahnya. Aku mengikuti untuk duduk disebelahnya. “Jadi?”

Dia tersenyum, “bahkan tanpa kamu sadari, rasamu padanya itu sudah berangsur-angsur hilang sejak ia mengumumkan kekasihnya itu” ucapnya. “Kamu cuma masih terjebak akan pikiranmu yang masih menyukainya itu” lanjutnya.

Aku diam, sejenak berfikir apa iya? maksudnya kalau benar kenapa aku masih terus memikirkan atau bahkan memperhatikannya setiap saat? apa ini bukan karena rasa yang dulu aku miliki buat dia, tetapi karena terbiasa.. terbiasa selalu memikirkannya dan terbiasa selalu menjadikannya pusat dari perhatianku?

“Kamu itu takut Sya” ucapnya tiba-tiba, seraya mengayunkan kedua kakinya keatas dan kebawah. Aku menoleh kepadanya menunggu kelanjutan pembicaraannya itu. “Kamu takut membuka lembaran baru, kamu takut akan orang baru, dan kamu takut akan kenyataan baru” lanjutnya. “Eh sorry, buat yang terakhir.” ucapannya itu membuatku menoleh mengangkat sebelas alisku tanda bertanya akan maksudnya.

“Kamu bukan takut akan kenyataan baru, tapi kamu takut akan kenyataan yang sama, kamu takut kejadian yang kamu alami sekarang terulang lagi kan, benar?”

Aku tak merespon apa-apa hanya diam menatap siswa-siswa yang sedang olahraga di lapangan.

“Kamu hanya perlu keluar dari zona nyamanmu Sya”. lagi lagi dia bersuara seraya membolak-balik halaman buku yang ia pegang. “Percaya deh, banyak kok yang suka sama kamu, dan banyak juga yang menunggumu memperhatikannya seperti kamu memperhatikan dia”.

“Mana mungkin”

“Percaya saja, pasti ada”

“kenapa bisa seyakin itu? kamu tahu siapa orangnya?” tanyaku yang tiba-tiba penasaran.

Dia tersenyum, “tau”.

“Siapa?”

“Aku”