Pertemuan

Derasnya hujan kini tengah membasahi jalanan ibu kota, namun tidak mempengaruhi laju mobil yang dibawa Marvel yang kini tengah berjalan cukup cepat hampir sama seperti keadaan detak jantungnya sekarang. Ingatan-ingatan tentang lima tahun lalu kembali terulang pada memori ingatannya. Membuat seukir senyuman tercetak jelas pada wajah tampannya itu.

Kenangan demi kenangan, baik yang bahagia maupun sedih kembali mengisi kepalanya, sesekali ia tersenyum seraya menahan kekehan tapi tidak jarang juga ia menghapus beberapa bulir air matanya. Kegiatan itu terus terulang hingga ia sampai pada tempat tujuan.

Gedung Pancawarna

Mesin mobil ia matikan kala sudah terparkir rapi pada parkiran, kini tangannya bertumpu pada setir di depannya, tatapannya menengadah memandangi bangunan di depannya ini dibalik kaca yang penuh akan rintik hujan yang tadi mengguyur jalanan sebentar. sudah lima tahun sejak ia meninggalkan tempat ini, tempat penuh akan kenangannya dengan teman-teman OSN yang sudah ia anggap adiknya itu. tangannya teralih guna merapikan rambut yang sedikit berantakan dengan mengandalkan kaca spion sebagai media bercermin. Deru napasnya ia atur sedemikian rupa agar terlihat normal, padahal aslinya jauh dari kata normal. Bertemu dengan teman yang sudah dianggap seperti adik sendiri setelah sekian lama tanpa kabar benar-benar membuatnya terjaga semalam penuh, sibuk memilih kata-kata yang akan ia ucapkan nanti, sibuk memilih pakaian apa yang cocok ia gunakan, sampai kegiatan apa yang harus mereka lakukan nanti saat bertemu.

Aroma tanah basah akibat hujan menyapa penciumannya terlebih dahulu kala memasuki pelataran dimana bangunan itu berada. Langkahnya sedikit tertahan kala melihat taman bermain yang begitu sepi, berbeda ketika dahulu saat ia masih dalam karantina, setiap hari akan ramai dengan para siswa yang tengah istirahat dari jam belajar yang cukup membuat mereka pusing, senyumnya kembali terukir kala mengingat Hasan serta Candra yang selalu menggodanya karena selalu duduk pada pohon mangga di depan taman bermain itu dengan buku-buku tebal yang mereka sebut sebagai pacarnya bang Marvel.

“Semua masih sama.” Monolognya sembari mengamati setiap detail bangunan di hadapannya itu. Ia rasa masih ada waktu untuk ia menunggu yang lain datang sehingga ia melanjutkan langkahnya untuk memasuki tempat itu lebih dalam lagi, sampai pada akhirnya ia berdiri pada sebuah pintu besar bertuliskan

YANG BOLEH MASUK HANYA YANG MEMILIKI IZIN!!!

Senyumnya perlahan menghilang, satu helaan nafas berhasil terbuang dengan kasar. terlihat kecewa karena niatnya memasuki bagian dalam gedung itu sirna begitu cepat. baru saja ia ingin mengambil ponsel untuk mengabari mereka bahwa ia telah sampai, namun beberapa suara yang kini menggema berhasil mengambil alih atensinya dari ponsel dalam genggamannya itu, suara yang sangat ia rindukan.

“BANG MARVEL!”

Itu suara adik-adiknya.