O98
Mereka berlari menuruni bukit mendekati seorang petani tua yang sedang menanam benih di hamparan tanah yang sangat luas. Jayan berjalan dibantu oleh Nara serta Caraka, sedangkan Raynar ia lebih dulu berlari menemui sang petani tua itu.
“Pak, biar kami bantu,” ujar Raynar ketika sudah sampai di sana. Petani itu terkejut bukan main, melihat beberapa anak berlari ke arahnya. Ia tersenyum lantas berkata, “bila tidak merepotkan dengan senang hati.”
Daiva dan lainnya tidak lama menyusul, dengan nafas yang masih berdetak cepat Daiva segera menghampiri Raynar, bertopang pada tubuh kecil itu sebentar. “Ini siapa?” Tanyanya kemudian.
“Petani.”
Setelah semua dijelaskan apa yang harus mereka lakukan, semua lantas mengambil beberapa peralatan yang akan mereka gunakan nanti. Sedangkan Jayan, lelaki itu diminta untuk beristirahat di rumah milik petani itu, lagi juga untuk menopang tubuhnya sendiri saja ia memerlukan bantuan, bagaimana bisa ia membantu mereka berkebun.
Satu persatu benih mereka letakkan dengan hati-hati namun cepat ke tanah, supaya lebih cepat mereka membagi empat kelompok. Raynar dengan Daiva, Nara dengan Theo, Caraka dengan Hestama dan Jafar Bersama sang petani.
Tanah yang mereka tanami cukup luas, maka dari itu memakan waktu yang cukup lama. Langit mulai gelap bertepatan dengan mereka yang baru saja selesai menanam semua benih. Lantas semua terkapar pada halaman rumah milih sang petani itu, merasakan lelah yang luar biasa.
“Tidur disini dulu saja nak,” ucap sang petani dengan senampan minuman di tangannya. “Hutan kalau malam, akan sangat gelap dan berbahaya.” Ia taruh gelas demi gelas yang berada di dalam nampan ke meja, menyediakan tujuh pria itu minuman untuk penghilang dahaga.
“Jayan dimana pak?” Tanya Jafar di sela-sela minumnya.
“Lagi tidur di kamar.”