Mengerti Marvel sesusah itu ya?

Mencekam. hanya itu yang bisa menggambarkan kondisi Marvel sekarang. duduk di depan papanya dengan raut muka jauh dari kata ramah. tatapannya tajam begitu menyeramkan sekarang.

Seharusnya Marvel sudah tahu apa yang ia perbuat tadi akan sangat memicu amarah papanya. ketidaksukaan papanya pada band milik Marvel membuat Marvel selalu mencuri-curi waktu untuk latihan tanpa ketahuan.

Sekarang ia seperti tikus yang tertangkap basah, terkekang oleh harimau yang siap menerkam kapan pun ia mau. Marvel hanya bisa menunduk dalam-dalam enggan menatap balik mata sang papa.

“Beraninya kamu kabur gitu aja,” ujar sang papa dingin untuk pertama kali setelah mereka saling menebar kesunyian hampir sepuluh menit lamanya. Marvel menghembuskan nafas pasrah.

“Maaf pah.”

“Papa nggak butuh maaf Marvel.”

“Marvel udah janji buat lat-”

“Papa nggak peduli. sudah papa bilang keluar dari band nggak jelasmu itu!” potong sang papa yang berhasil membuat amarah Marvel memuncak.

“Papa bisa nggak sih ngertiin Marvel sedikit aja?” ujar Marvel masih berusaha tenang, namun menekankan suaranya pada kata sedikit. “Marvel udah turutin semua mau papa. ikut les? Marvel turutin. ikut lomba-lomba? Marvel turutin. ikut ke perkumpulan pebisnis muda pun Marvel datengin kan?”

Marvel membuang nafasnya gusar seraya mengacak-acak rambutnya frustasi. “Tapi kenapa Marvel mau dapet hiburan dari band yang udah Marvel bangun sendiri nggak boleh?”

“Band itu hanya akan menyusahkanmu Marvel.”

“Tapi hidup Marvel ada pada band itu papa.”

“Tinggalkan band itu.”

“Nggak akan.”

Marvel melihat papanya memejamkan mata, ia tahu lelaki itu sedang menahan emosinya, tapi Marvel tidak peduli. ia sudah tidak mau berdebat akan hal ini lagi. karena pada prinsipnya bandnya itu sudah masuk dalam bagian hidupnya dan tidak akan ada yang bisa membuat dia jauh dari bandnya termasuk papanya sendiri.

“Tinggalkan band itu atau papa-”

“Papa mau ngelakuin apa lagi? potong Marvel cepat. “Mau ngancem kalau papa akan bakar studio Marvel? bakar aja tapi jangan harap Marvel akan mau pulang ke rumah ini lagi.” finalnya lalu pergi meninggalkan sang papa yang terdiam mendengar pernyataannya yang terdengar sebagai ancaman balik untuknya. namun sebelum Marvel menghilangkan tubuhnya dari pandangan sang papa ia berbalik sebentar mengucapkan sebuah kalimat yang berhasil membuat papanya tertegun. “Papa jangan egois, karena hidup ini nggak berputar di papa aja.”

Setelahnya Marvel berjalan cepat menuju kamarnya dengan nafas yang berderu, ia tahu meninggalkan papanya seperti itu tidaklah sopan namun itu lebih baik agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan nantinya.

“Marvel cuma butuh dimengerti sedikit aja pah.”