Maaf
Tekad mereka untuk kabur hari ini benar-benar bulat setelah ditambah informasi bahwa guru-guru pembimbing yang akan mengajar mereka tengah mengadakan rapat dadakan sehingga pembelajaran untuk hari ini dilaksanakan di ruangan masing-masing secara sendiri-sendiri tanpa guru yang mengawasi. sehingga ini menjadi kesempatan emas untuk rencana mereka yang akan kabur hari ini.
“San lo serius?” tanya Marvel ragu, ia tidak mau semuanya kena masalah hanya karena ingin membantu dirinya, apalagi hanya untuk bandnya. iya, hanya untuk bandnya. apa ini nggak terlalu berlebihan? mereka seperti dengan suka rela masuk pada sebuah jurang yang bisa membuat mereka menyesal nantinya. dan Marvel nggak mau semua itu terjadi hanya karena dirinya.
“Mending nggak usah deh, nyari perkara aja ini namanya,” ucap Marvel lagi dengan gigi yang tidak lepas menggigit bibirnya. “Sssttt,” jawab Hasan dengan telunjuk yang berada tepat di mulutnya.
“Percaya sama gua dah, aman.”
Sekarang disini lah mereka, di sekolah Marvel. setelah melakukan aksi berbahaya melompat pagar belakang asrama yang penuh jeruji dan juga dengan acara ketinggalan bus, akhirnya mereka sampai tepat waktu di sekolah Marvel.
“SEMANGAT ABANGGG, kita nonton dari sana ya!!!” ujar Candra semangat walau lututnya tadi sempat terluka akibat tergores saat turun dari pagar sembari menunjuk area depan panggung yang sudah mulai dipenuhi banyak pengunjung. “abang keren banget.”
“Semangat bang!! kita lihat dari depan ya,” ujar Renjana dengan senyum yang membuat Marvel sedikit tenang, jujur ia sangat takut. takut aksi kaburnya ini ketahuan papanya dan akan bermasalah nantinya. tapi untuk itu Marvel singkirkan dulu ia harus tampil maksimal pada penampilannya kali ini.
“Semoga semuanya berjalan sesuai rencana.”
Terminal bus, pukul 20.00
“Gila bang Marvel kalo di panggung beda banget, keren banget,” puji Candra yang tiada habisnya sedari Marvel selesai manggung. lelaki itu terus menerus memuji penampilan abangnya membuat pipi Marvel merah karena malu, “Udah ah, muji mulu,” ujar Marvel sok marah. lantas semuanya tertawa, namun sedetik kemudian suasana hangat yang sedari tadi mereka rasakan berubah menjadi seram saat seorang pria datang ke hadapan mereka dengan tatapan penuh amarah.
PLAK!
Marvel terjatuh akibat tamparan keras dari papanya yang secara tiba-tiba sudah berada tepat di depan Marvel dan lainnya yang masih berada di sebuah terminal bus. keenam pemuda lainnya lantas mundur, mereka takut melihat wajah dari papa Marvel yang begitu menyeramkan sekarang.
“Ini kelakuan kamu Vel? kabur dari asrama hanya untuk band nggak jelas kamu?” ucap Tama, dengan nada yang terdengar begitu marah pada putranya. “Bikin malu aja kamu bisanya, kamu nggak lupa kan? kalau kamu ngelanggar apa yang papa larang, papa nggak akan segan-segan berbuat sesuatu yang lebih parah, seperti membakar studio kesayanganmu itu,” lanjutnya lagi, lalu setelahnya ia pergi meninggalkan Marvel yang masih tersungkur dengan kepala yang menunduk dengan rasa nyeri pada pipinya yang masih begitu hangat terasa, namun sebelum ia benar-benar pergi, ia sempat menatap tajam pada keenam pemuda lainnya yang bisa berdiri mematung di hadapannya sekarang.
“Maaf papa….” lirihnya pelan dengan air mata yang turun begitu saja dari pelupuk matanya. ia tidak tahu ancaman yang papanya beri kali ini akan benar-benar akan lelaki itu lakukan atau hanya gertakan semata seperti yang sudah-sudah.
Lantas setelah Tama benar-benar hilang dari radar keenam adiknya itu berkerumun, merengkuh tubuh yang sudah terisak itu, memeluknya seerat yang mereka bisa seraya menggumamkan kata maaf berkali-kali.
“Abang, maafin kita….” ucap Hasan pelan, Marvel menggeleng disertai senyum yang kentara sekali ia paksakan kehadirannya. “Nggak apa-apa, ini bukan salah kalian.”
“Harusnya tadi kita nurut sama abang….”
Marvel menggeleng, “Nggak apa, seharusnya abang yang berterima kasih, kalau bukan karena kalian mungkin band abang nggak bisa tampil sempurna hari ini, terimakasih ya sudah penuhin salah satu keinginan bang Marvel,” lanjutnya dengan suara yang bergetar.
“Maaf kalau setelah ini kalian bisa kena imbasnya.” dan setelah ucapan terakhir Marvel, keenamnya lantas semakin mengeratkan pelukan mereka, seakan tidak ada yang bisa memisahkan mereka saat ini, biarlah semua orang menatap mereka aneh karena sekarang mereka tengah terduduk di tengah jalan dengan tangis yang menemani.
Tuhan, jika memang akan terjadi hal buruk setelah ini, aku memohon agar aku saja yang menanggungnya, tapi jangan mereka.