Lebih baik pergi daripada kena marah
Dengan cepat Hasan sudah rapi dengan jaket hitam sebagai luarannya serta ransel hitam berisi baju-bajunya yang sudah di cuci. tekadnya sudah bulat untuk pulang lebih cepat dari rancangannya. semula ia ingin pulang nanti sore, namun sejak kejadian semalam bersama ayahnya, ia memutuskan untuk pulang lebih cepat.
Benar saja dugaannya bahwa keluarganya kini sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan. langkah Hasan yang kini menghampiri mereka, membuat Januar menoleh dan seketika membulatkan matanya, “Lo mau kemana anjir?”
“Balik bang.”
“Loh, katanya sore biar gue anter? kok jadi pagi-pagi gini?” Hasan hanya menggeleng lemah mendapati pertanyaan beruntun dari abangnya. “Nggak apa-apa, temen gua ada yang di sana sendirian, kasian.”
Baru saja ia mau duduk pada salah satu kursi meja makan, namun ayahnya tiba-tiba berbicara yang membuat Hasan sontak menghentikan gerakannya.
“Sudah bosan kamu San di rumah?”
Hasan tersenyum miris, kini ia kembali berdiri mengurungkan niatnya untuk duduk, “Sebenarnya nggak, tapi karena kena marah ayah mulu jadi males lama-lama di rumah. takut kebawa emosi,” jawabnya sinis dengan mata yang menatap ayahnya, yang pada akhirnya mendapat tatapan tajam dari ayahnya.
Sedangkan Januar dan sang ibu yang sedari tadi hanya diam mendengarkan sontak terkejut. Januar yang merasakan kejanggalan itu lantas dengan cepat bertanya, “Marah? marah apa?” tanyanya bingung.
Hasan menggeleng, “Tanya aja sama ayah,” ucap Hasan cepat. ia langsung kembali memakai ranselnya yang semula sudah ia letakkan pada kursi. “Aku pergi dulu.”
“Hasan kamu belum sarapan.” itu ibunya yang bicara. Hasan lantas menggeleng, “Gampang bu, nanti Hasan sarapan di luar aja,” jawabnya seraya menyalami tangan ibunya, lalu beralih ke ayahnya yang hanya diam tanpa bicara apapun.
“Hasan pamit, Assalamualaikum.”
“Waalaikumussalam,” jawab semuanya kompak.