Ibu itu dunianya Jevana
“Siapa yang berani mengusik ibu, maka mereka akan berurusan sama saya.” – Jevana.
20:20
Bunyi denting sendok dan garpu yang bertabrakan kini memenuhi ruangan, hanya suara itu yang menemani makan malam besar keluarga Aksara. salah satu keluarga terpandang di kota ini. Semuanya hanya diam namun suasana mencekam tidak dapat mereka hindari.
Entah apapun itu, mereka rasa sebentar lagi akan ada sebuah keributan besar.
“Aku keluar dulu ya, ada telepon dari klien,” ucap Jeffry, ayah dari Jevana.
“Jevana.”
Ya dugaan mereka benar akan ada keributan setelah ini.
Sang kakek yang baru saja menyelesaikan makannya dan melihat anaknya sudah keluar dari ruang makan lantas langsung bersuara memanggil cucu pertamanya. Jevana Kenzo. cucu pertama dari anak pertama keluarga Aksara. yang dipanggil hanya memejamkan matanya malas lalu menoleh ke arah sang kakek.
“Apa?”
“Kenapa kelompok kamu bisa mendapat urutan keluar dari sepuluh besar?” Jevana tersenyum lirih, ia sebenarnya sudah tahu bahwa masalah ini akan dibicarakan sekarang. sedangkan Kentara hanya meneguk ludahnya lambat, ia takut kejadian dua tahun lalu terjadi lagi.
“Bukan masalah besar, lagi juga itu cuma latihan,” jawab Jevana santai seraya memakan buah apelnya.
“Semakin hari kakek lihat sopan santunmu makin hilang ya Jevana,” ucap Kakeknya tajam. Jevana hanya memutar bola matanya malas. “Kakek nggak mau lagi dapat laporan bahwa kelompok kamu turun dari sepuluh besar lagi.”
“Jangan buat malu kakek sebagai salah satu penyelenggara osn ini Jevana. kakek nggak mau ada kata kalah keluar nantinya.” Jevana hanya berdehem menanggapi sang kakek, jujur ia tahu ini tidak sopan tapi sudah sangat malas mendengar pembahasan ini. “Iya.”
“Jadi ini ya yang diajarkan ibumu, tidak ada sopan santunnya pada orang tua.” ucapan kakeknya barusan benar-benar membangunkan macan tidur dalam diri Jevana. ia lantas berdiri dan menggebrak meja.
“JANGAN BAWA-BAWA IBU!”
Sang kakek tersenyum meremehkan, “Kenapa? kamu nggak suka? tapi itu faktanya, Jevana.”
“Ibu nggak tahu apa-apa, jadi stop bawa-bawa ibu atas kesalahan yang tidak beliau perbuat.”
“Apa sih yang kamu harapkan dari wanita tidak berpendidikan itu, sudah jelas pasti anaknya tidak jauh berbeda dari dirinya. saya bingung kenapa Jeffry begitu mencintai dia, ckck.”
Mata Jevana memerah, ditariknya kerah baju sang kakek dengan amarah, “Sudah saya bilang jangan pernah bawa-bawa ibu lagi!”
“Kurang ajar kamu sama orang tua!” teriak sang kakek yang langsung meninju pipi Jevana hingga sang korban tersungkur ke lantai dengan darah yang sukses mengucur keluar.
Jevana bangkit, ia tertawa remeh pada sang kakek, “Rupanya tuan Aksara ini lupa siapa yang dengan tulus ngerawat dia waktu paru-parunya sedang kambuh. siapa yang dengan telaten memeriksa keadaan anda? dia, siapa ngasih obat anda tepat waktu dan ngejaga anda semalaman? dia, ibu saya yang anda bilang wanita tidak berpendidikan itu,” ujar Jevana seraya mendekat ke arah kakeknya.
“Lupa ya tuan Aksara? disaat semua anak dan menantu anda yang anda bangga-banggakan itu tidak datang walau cuma melihat ayahnya yang sakit, cuma ibu saya yang datang. cuma ibu saya yang ngerawat anda hingga kembali sehat,” ucap Jevana tepat di samping telinga sang kakek, yang siapapun mendengarnya nanti akan merasakan bulu kuduknya merinding.
“Cuma ibu, cuma ibu yang setia jagain anda, CUMA DIA!” teriak Jevana akhirnya. “tapi apa balasan anda? anda terus-terusan nyiksa dia, jelek-jelekin dia, bahkan selalu meremehkan dia hanya karena ia tidak sekolah?”
Jevana berdecih kasar.
“Anda ini manusia kan? diberi hati dan akal. tapi sayang hati anda tidak pernah anda pakai untuk melihat baiknya ibu saya selama ini. yang anda pikirkan hanya reputasi, reputasi, karena anda malu punya menantu yang tidak berpendidikan kan? sehingga semua kebaikan yang dia lakukan hanya angin lalu bagi anda.”
“Tidak tahu terima kasih,” ujar Jevana lagi seraya menghapus sisa darah pada sudut bibirnya. “saya pergi, disini terlalu sesak, juga saya sudah begitu muak dengan orang-orang yang selalu memakai topeng sebagai orang baik disini,” finalnya lalu pergi meninggalkan kekacauan yang sempat ia perbuat.
Sedangkan para anggota keluarga lainnya yang menyaksikan kejadian tadi hanya bisa berdiam tidak bergeming, hingga Jeffry yang baru saja kembali begitu terkejut dengan keadaan ruang makan yang begitu kacau sekarang.
“Ada apa ini?”