“Hai.”
“Hai,” ujar Marvel tepat di depan gundukan tanah merah yang bunganya pun masih terlihat begitu segar. ditatapnya sebuah papan putih dengan tulisan hitam yang menghiasinya.
Arshaka Renjana bin Darma Askary
Marvel tersenyum seraya mengusap pelan papan nisan milik Renjana itu. “Gue akhirnya dateng Ja, dateng ke rumah baru lo,” ucap Marvel setelahnya. “lo gimana di sana? seneng nggak?”
Hasan dan lainnya hanya diam menatap Marvel yang kini tengah berbicara satu arah dengan Renjana. rasanya begitu sesak namun air mata mereka seakan habis tak bersisa. mereka sudah terlalu banyak menangis.
“Keinginan lo buat ketemu gue sebelum pergi nggak dikabulkan Tuhan ya Ja?” Marvel menggigit bibirnya getir. memejamkan matanya, lalu kembali ia buka diiringi dengan senyum yang jelas sekali ia paksakan. “sekarang gue ada di sini, buat nemuin lo.”
“Gue baik-baik aja, maaf dari kemarin gue hilang nggak ada kabar dan bikin lo khawatir.”
“Maaf nggak ada di saat-saat terakhir lo Ja.”
“Maaf…”
Marvel terkekeh lalu sedikit memukul tanah di depannya itu pelan. “Lo mah enak sekarang nggak susah-susah belajar lagi, udah nggak mikirin materi-materi yang susah banget itu, nggak pusing mikirin yang lain kalo pada susah banget disuruh makan.”
“Sekarang tugas lo disini udah selesai ya? lo harus seneng-seneng ya di sana. jangan bikin usaha kita buat ikhlasin lo pergi kalo lo-nya nggak seneng disana.”
“Jangan ngerasa bersalah ya Ja, gue nggak apa-apa.”
“Tunggu kita bawa medali sama piala buat lo ya Ja, tunggu kita menang.”
Nanda berjalan ke arah Marvel yang kini tengah menunduk menyembunyikan tangis yang mati-matian ia tahan sedari tadi. namun sayang, tubuhnya yang bergetar seakan tak mengizinkan ia menangis sendirian sore ini. dirasakannya tangan seseorang mengelus punggungnya pelan berusaha memberi ketenangan.
“Sabar ya bang, sabar…” ujar Nanda pelan. ia takut Marvel kembali marah padanya. namun sepertinya ia salah, tangis Marvel malah semakin besar dan lantang. susah payah Nanda mencoba membentengi diri namun melihat Marvel yang terlihat sangat rapuh di hadapannya membuat benteng pertahanannya runtuh seketika.
Direngkuhnya tubuh itu erat-erat. “Jangan gini bang…,” ucapnya lirih. “jangan gini, nanti bang Renja ikut sedih.” Marvel membalas pelukan Nanda, menenggelamkan kepalanya pada dada Nanda menangis di sana. “gue…gue nggak kuat Nan…sakit banget,” jawab Marvel di sela isakannya. sedangkan Nanda ia masih setia mengelus punggung Marvel dengan tatapan nanar ke arah makam Renjana. bang, lihat semuanya hancur waktu lo pergi. nanti sering-sering datang ketemu kita ya, sering-sering sapa kita, gue tunggu.
Yang bisa Marvel rasakan tubuhnya menghangat sekarang. ternyata yang lain ikut masuk pada pelukan pilu yang dirinya dan Nanda lakukan barusan. saling menguatkan satu sama lain bahwa mereka semua bisa laluin ini semua dan semuanya akan baik-baik saja nantinya.
“Kita jangan gini terus, nanti bang Renja nggak senyum di sana. tau sendiri kan bang Renja itu yang paling sensitif kalalu adek-adeknya nangis. dia pasti ikut nangis. coba bayangin kalau bang Renja lihat kayak gini, pasti dia ikut nangis juga,” ujar Jevana sembari mengusap-usap bahu mereka satu persatu perlahan.
“Udah ya? masih banyak yang harus kita lakuin sekarang. dan gue yakin bang Renja pasti nggak mau lihat kita terus-terus sedih karena dia. nanti dia malah jadi merasa bersalah. padahal niat dia pergi buat cari bahagianya eh malah lihat kita kayak gini.”
Marvel akhirnya melepaskan pelukannya pada Nanda. meninggalkan jejak basah pada baju putih milik Nanda. manik matanya kembali menatap nanar makam Renjana. “Maaf Ja, maaf bikin lo sedih.” Marvel lantas segera menghapus jejak air matanya. “nggak, gue nggak nangis kok. tuh liat muka gue kering, nggak basah.”
Zefa yang melihatnya sedikit tertawa, terkadang Marvel ini memang kekanak-kanakan di suatu momen. tapi di momen lainnya ia bisa jadi yang paling dewasa. Jevana juga ikut tersenyum, lalu mengajak Marvel bangkit dari duduknya. “Ayo bang, udah sore kita harus pulang.” Marvel mengangguk. “Ja, kita pamit pulang dulu ya? kita mau nerusin perjuangan lo juga buat olim ini.”
“Doain kita berhasil ya?” ujar Marvel. ia sempatkan untuk kembali mengusap papan nisan Renjana terlebih dahulu sebelum tubuhnya dirangkul Jevana untuk segera kembali ke mobil. meninggalkan Hasan yang sengaja memilih untuk keluar terakhir. “Bang kita pamit, maaf udah bikin lo sedih lagi hari ini.”
“Gua percaya setelah ini akan ada pelangi yang akan muncul di tengah awan mendung yang lagi kita rasain sekarang. gua pulang dulu ya, bye bang.”