| Fokus
“Hai sedang apa?” ucapnya saat keluar dari masjid.
“ya pakai sepatu, tidak lihat?” Dia terkekeh, menampilkan sederet gigi putih dan senyum manisnya, saking manisnya aku yakin gula saja iri dengannya. Ia kemudian duduk disampingku ikut memakai sepatunya juga. “masih marah dengan kemarin ya?”
“Enggak tuh biasa saja” Dia kembali tersenyum, ia menoleh kepadaku dan matanya menatapku lekat. “Aku tau kali... gak usah pura-pura gitu”
Aku hanya memutar bola mataku malas. “Lagian kalo ngegame fokus banget, sampai aku dilupain! males.”
lagi dan lagi dia terkekeh, “kenapa sih ketawa terus?!” ujarku yang mulai jengkel kepadanya.
“eng...enggak apa-apa hehe kamu lucu banget tau kalo lagi ngambek” ucapnya.
“Dangdut banget??? males ah, aku mau ke pergi saja” baru saja aku ingin beranjak tapi lengannya terlebih dahulu menahanku.
“Mau kemana sih? buru-buru banget? aku belum selesai bicara loh..” ujarnya lagi-lagi. “yaudah cepat mau bicara apa?”
dia hadapkan tubuhnya kepadaku, lalu tersenyum menatapku. “kamu aneh”. ujarnya tiba-tiba membuatku tambah kesal padanya. “Maksudmu?”
“iya kamu aneh, masa iya cemburu dengan game ku? kamu cemburu dengan dia karena aku terlalu fokus dengannya?”
Aku mengangguk mengiyakan. “Bagaimana bisa? bagaimana bisa kamu cemburu dengannya disaat kamu tahu bahwa semua semestaku sekarang berpusat di kamu. Mau sefokus apapun aku tetap saja tidak pernah tidak memperhatikanmu sayang, kau meragukannya?” tanya nya tiba-tiba ditengah penjelasan panjangnya itu. “bisa kau buktikan?”
Ia mengangguk. “em satu saja ya” ia terlihat berfikir sedikit, kedua alisnya ia tautkan dan telunjuknya ia gunakan untuk mematuk-matuk pelipisnya. “aku tahu kamu kan pelaku dari habisnya kue ibu di meja depan?” ucapnya dengan sedikit nada menebak dan dengan senyum jail andalannya.
tapi seperti tertangkap basah, wajahku memerah. “apasih enggak tuh!” Ucapku mencoba mengelak.
“Jangan bohong..”. Aku panglingkan wajahku dari nya. Menahan malu. Ku tarik nafas dalam-dalam. “iya, aku yang habiskan tapi.. bagaimana bisa? Kan kau sedang bermain dikamar dengan jeje?”
“That' right, bahkan disaat aku gak ada aja, aku tahu apa yang kamu lakukan.”
“Stalker!” seruku. “Aku jadi takut dekat denganmu sekarang”
“Loh kamu bilang aku stalker? terus kamu apa? memasang gps diam-diam di ponselku”
“ya.. ya.. itu kan karena kau susah dihubungi!”. kenapa dia jadi pria yang menyebalkan seperti ini?
Ia tertawa, “Aku tahu kok”. tuhan... dia benar-benar menyebalkan sekarang ingin sekali aku memukulnya. “Terus tentang kue bagaimana bisa kau tahu?” tanyaku lagi.
“cctv” astaga.. sepertinya mendorong ia ke tengah laut sekarang sah-sah saja.
“Itu berarti kamu tidak memperhatikanku dong” “Memperhatikan kok, dari cctv”. Yap sepertinya sekarang memang waktunya untuk segera aku mendorongnya ke laut biar saja ia dimakan ikan hiu atau bahkan paus entahlah.
“Tau ah males!” aku segera bangkit lalu berjalan meninggalkannya yang masih nyengir-nyengir enggak jelas dihadapanku.
“Hei cantik! Mau kemana? Bukankah putri kecil kita sudah menunggu lama dirumah? Apa tidak kasihan dengan ibu yang sudah pusing menenangkan tangisnya? Aku saja yang masih muda ini pusing sekali apalagi ibu yang sudah lanjut usia?” teriaknya dengan kencang, sehingga beberapa orang menoleh ke arah kami.
Tuhan.. sekarang aku berfikir mengapa bisa aku menikah dengan orang sepertinya.
“Ayo pulang, aku janji akan terus memperhatikanmu lebih banyak dari gameku sekarang! Jangan ngambek lagi ya sayang?” Ucapnya seraya merangkul tanganku.
Sepertinya, karena janji manisnya ini.