Candra butuhnya kalian
Langkah kaki penuh semangat kini menggema pada lantai atas rumah, kali ini suara derap kakinya bertambah cepat kala menuruni tangga.
“Candra, hati-hati nanti jatuh nak,” ujar ayahnya yang sedang merapikan dokumen-dokumen penting pada tasnya.
“Selamat pagi ayah!” ujarnya semangat dengan senyum yang begitu riang.
langkahnya kini mendekat ke arah meja makan, di sana ada bi Nani, asisten rumah tangganya yang kini tengah mempersiapkan sarapan. “Wah nasi goreng, kesukaan Candra.”
Bi Nani tertawa mendengarnya, “Ya, ini bibi buatin spesial buat mas Candra, dimakan yang banyak ya biar cepet besar.”
Candra mengerutkan dahinya, “Loh, aku sudah besar tahu!” Bi Nani tersenyum seraya menggelengkan kepalanya, “Iya-iya mas Candra sudah besar.”
“Ayah ayo makan bare—”
“Mas, ayo berangkat, aku ada janji sama klien jam tujuh.” Panggilan Candra terpotong kala Bundanya tiba-tiba berbicara kepada sang ayah.
“Loh kamu kok bilangnya dadakan sih.”
“Aku udah bilang dari semalam loh.”
Candra hanya diam mendengarkan orang tuanya berbicara, yang bahkan bundanya sama sekali tidak menangkap kehadirannya di meja makan.
“Ayah Ibun, ayo sarapan dulu.…” ucapnya lirih namun masih bisa terdengar jelas oleh kedua orang tuanya.
“Maaf ya sayang, hari ini kamu makan sendiri dulu ya?”
“Ibun kan udah janji hari ini mau makan bareng Candra?”
Sang bunda menghela nafasnya, “Candra, jangan kekanak-kanakan, makan bareng kan masih bisa besok? Ibun ada klien penting sekarang.”
“Tap—”
“Makan sama bi Nani dulu ya.”
Hampir saja tubuh bundanya hilang dari balik pintu, namun ia kembali berbalik lagi. membuat secercah harapan menghampiri Candra. ia tersenyum, menatap sang bunda yang menghampirinya sembari mengelus pucuk kepalanya lembut.
“Uang jajan kamu ada di meja rias Ibun ya, ambil aja ya sayang, dadah Ibun pergi dulu.”
Candra diam, senyum yang tadi ia tampilkan perlahan pudar, ia juga tidak membalas ucapan bundanya. menyesali akan harapan yang ia berikan pada dirinya sendiri, harapan akan bundanya yang berbalik untuk makan bersamanya di meja makan besar ini.
hah... itu hanya akan dan mungkin akan selalu jadi angan-angan Candra.
Nasi goreng favorit di hadapannya sudah tidak menggugah seleranya lagi. hari yang ia kira akan menyenangkan berubah seperti hari-hari biasanya.
Sepi
Sendiri
Lalu ia tertawa, menertawakan dirinya sendiri. “Udah biasa kan Can kayak gini? seharusnya kamu jangan berharap lebih mereka ada waktu untuk kamu walau hanya sarapan sebentar aja.”
Ia kembali diam, lalu terkekeh, “Candra nggak butuh uang bunda ayah, Candra butuhnya kalian.”