3O8

“Lio...bangun, ayo minum obatnya dulu,” ucap Aruna seraya menepuk pelan punggung Juli yang tengah tidur dengan posisi miring. Sudah lima tepukan namun tidak ada jawaban sama sekali. di bawanya tubuhnya itu agar terlentang, degupan jantungnya tiba-tibat menjadi lebih cepat, napasnya tercekat kala ia mengecek nadi pria itu. Sebisa mungkin ia tahan tangis yang akan keluar dan berlari keluar memanggil dokter ataupun suster untuk mengecek keadaan Juli, Laksa dan Bima yang tadi izin keluar lantas berlari menghampiri Aruna.

“Ada apa?” tanyanya panik.

“Lio...hiks.”

Keduanya segera masuk ke dalam ruangan tempat Juli dirawat bersamaan dengan dokter yang baru saja datang. Ketiganya menunggu dengan raut wajah panik, mereka takut hal-hal yang mereka takuti terjadi.

Dokter kembali setelah memeriksa keadaan Juli. “Pasien sudah pulang mba..mas.” raungan terdengar setelahnya, Laksa sudah terjatuh ke lantai, Aruna yang terduduk dan Bima yang masih diam seraya menahan tangis. Lantas mereka bertiga segera memasuki ruangan rawat sahabatnya. Melihat sahabatnya yang kini terbujur kaku pada ranjangnya.

“Jul! Juli bangun!!” itu Laksa, suaranya parau namun ia terus berteriak memanggil Juli yang sudah tidur dengan tenang. “SA! TENANG!” teriak Bima yang lalu merengkuh Laksa. “Ikhlas.”

Sekarang Aruna yang kini terduduk di kursi samping ranjang Juli, menggenggam lengan yang sudah tidak bernyawa itu dengan erat, mengecupnya berkali-kali. “Baru aja saya mau bilang kalau saya suka sama kamu Jul, tapi ternyata kamu udah pergi duluan.” Tangisnya kembali pecah. Membuat seisi ruangan penuh akan isak pilu tiga orang yang tengah merasakan kehilangan.

“Maksudnya lo mau tidur tadi pagi tuh ini Jul?” kali ini Bima yang berbicara dengan lirih. Ia masih setia memeluk Laksa yang masih terisak.

Julio, lelaki itu pergi tepat di penghujung bulan Agustus

Bahkan kita belum saling mengucapkan salam perpisahan ya Lio?

Selamat tidur, Malaikat penyelamat saya, terimakasih untuk memberi saya kesempatan untuk berubah dan menyelesaikan apa yang harus diselesaikan. jika nggak ada kamu waktu itu... mungkin saya akan pergi dengan sia-sia akibat saya sendiri.