287

Ketiga orang yang baru saja merasa lega tengah menunggu seorang dokter memeriksa kembali Juli yang baru sadar dari tidurnya. Tatapan ketiganya tidak lepas dari seseorang yang tengah berbaring di dalam. “Yang sabar ya buat menghadapi pasien,” ujar sang dokter yang baru saja selesai memeriksa Juli.

“Ada apa dok?” Laksa bertanya cepat.

“Pasien mengalami perununan daya ingat dan kemungkinan nanti juga akan kesulitan berbicara.” Ketiganya secara bersamaan menutup mulut mereka akan pernyataan yang diberikan dokter tadi. “Apa masih bisa di sembuhkan dok?” tanya Bima.

“Bisa bila dilakukan dengan operasi pengangkatan tumor yang bersarang di otak pasien.”

“Tapi untuk melakukan operasi harus dilakukan pemeriksaan minimal satu sampai dua minggu sebelum operasi, untuk mengecek apakah pasien cukup sehat untuk melakukan operasi,” lanjut dokter dengan tangan yang setia dimasukkan pada kantung jas putihnya.

Mereka bertiga mengangguk-angguk paham, “Kalau begitu, kami bertiga masuk dulu ya dok.” Dokter lalu mengangguk dan mempersilahkan mereka masuk, “Silahkan.”

“Oit, bangun juga lo,” ujar Laksa yang baru sampai tepat di samping Juli. “gimana, enak tidur satu hari full?” Juli mengernyit, “Satu hari?” Laksa mengangguk, “Iya sehari lo tidur, baru bangun sekarang. Kebo banget.”

“G-gue di-dimana?”

“Rumah sakit.” Kali ini Aruna yang menjawab. Juli hanya diam memandang wanita itu. “Siapa?”

Aruna diam, ia tidak menyangka bahwa Juli akan lupa dengan dirinya, “Aruna, salah satu barista Juni’s Cafe,” jawabnya dengan lirih. “Juni dimana?” mereka bungkam, tidak tahu harus menjawab apa, tap bila harus berbohong bukankah akan menambah masalah? “Juni udah pulang,” ujar Bima. “Pulang kemana?”

“Ketemu ibu.” Juli diam memproses ucapan Bima barusan, namun tiba-tiba kepalanya terserang sakit kembali, membuat ketiga orang itu panik, “Istirahat dulu Jul, jangan banyak mikir.”