257
Hanya terdengar suara alunan musik yang mengisi keheningan mobil yang dinaiki mereka, hanya sesekali Juli sedikit bersiul mengikuti alunan lagu yang sedang di putar. Sampai pada pertengahan jalan kepalanya terasa berat, pusing. Tidak biasanya Juli merasa seperti ini. ia pikir ini hanya serangan sesaat saja, tetapi semakin lama semakin berat, sampai semuanya terlihat berputar. Kalau saja Juni tidak menggoyangkan tubuhnya bisa saja ia akan menabrak truk di depannya.
Dengan cepat Juli meminggirkan mobilnya pada sebuah toko yang sedang tutup, wajahnya ia usap kasar seraya mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Ia melihat adiknya yang masih diam, ia mengusap bahu adiknya, “Nggak apa-apa, maaf ya kakak nggak fokus.”
Juni hanya mengangguk dan membuka ponselnya, entah apa yang Juni lakukan, Juli sekarang hanya bisa diam memandang lurus ke depan. Ia tidak berani menjalankan mobilnya dulu sebab kepalanya masih terasa berat. Tidak lama secarik kertas terletak di pahanya.
Aku udah panggil Kak Aruna, nanti kak aruna kesini
Hampir lima belas menit berlalu dan Juli masih setia memejamkan matanya, menahan pusing yang menderanya. Tidak lama kemudian terdengar ketukan dari kaca jendela yang membuatnya mau tidak mau membuka mata. Sudah ada perempuan cantik dengan raut wajah khawatir di luar, membuatnya segera membuka pintu mobil.
“Kenapa?” satu pertanyaan muncul tepat setelah Juli membuka pintu, ia hanya menggeleng, “Nggak tahu, tiba-tiba pusing.”
“Yaudah, biar saya yang bawa aja, kamu di duduk di belakang aja,” titah Aruna yang langsung disetujui oleh Juli, “Makasih.”
Mereka tetap datang ke rumah sakit, sebab Juli sudah mengatur ulang janjinya dengan sang dokter, tidak enak bila membatalkannya. Aruna menawarkan diri untuk menemani Juni terapi sedangkan Juli diminta oleh kedua perempuan itu untuk menunggu saja diruang tunggu, ia tidak bisa menolak karena permintaan dari keduanya seperti perintah yang harus dituruti.