251

Suasana yang kian terik membuat para orang-orang disana menghasilkan banyak peluh, belum lagi hasil dari berbagai lomba yang mereka mainkan. Sekarang Juli tengah berada pada salah satu booth kopinya, menunggu pembeli sedangkan Dafa yang seharusnya bertugas menjaga, malah asyik ikut berlomba balap karung.

“Panas nggak?” tanya Juli pada adiknya yang kini tengah menikmati pertandingan tarik tambang. Lantas ia menggeleng. “kalo panas bilang ya, itu juga minum yang banyak nanti dehidrasi.” Lalu Juni menuliskan sesuati pada notes kecil yang ia bawa

Kakak juga, jangan lupa minum.

Ia mengangguk, “Kakak ke depan sebentar ya?” izinnya pada sang adik ketika salah seorang karyawannya datang untuk berganti menjadi booth. Juni lantas memberi satu ibu jarinya. Juli tersenyum seraya sedikit mencubit pipi adiknya itu yang kemerahan. “sebentar ya.”

Ia pergi ke tempat dimana lomba bakiak berada, ia sedikit tersenyum kala menemukan orang yang tengah ia cari kehadirannya di tengah para kontestan lomba bakiak. Aruna. Perempuan itu terlihat begitu menikmati acara, sesekali grupnya terjatuh akibat tidak sinkronnya mereka, ada kala mereka hampir tersungkur kembali dengan teriakan-teriakan heboh yang mengiringi tentunya.

Teriakan semangat semakin kencang kala grup perempuan itu memenangkan lombanya, dengan cepat Juli menghampiri Aruna yang tengah berfoto dengan teman-teman yang baru saja ia temui itu. “Run.” Panggilan Juli mampu membuat Aruna cepat sadar akan kehadirannya. Ia segera izin itu menemui Juli dulu pada temannya.

“Nih.” Disodorkannya satu buat botol air mineral beserta sapu tangan. Lantas Aruna mengambil air mineralnya tidak dengan sapu tangan. “Saya juga ada,” unjuknya mengambil sebuah sapu tangan biru tosca yang tidak asing bagi Juli. Ia sedikit tertegun melihat ukiran nama yang terdapat pada sapu tangan milik Aruna itu.

“Kesana yuk,” tunjuk Aruna pada kursi yang terletah dibawah pohon rindang yang sejuk. Juli mengangguk, belum sempat mereka berjalan, namun tubuh Juli tiba-tiba saja ambruk membuat Aruna menghasilkan teriakan histeris yang mengundang perhatian para orang-orang disana.

“Loh mba, pak Juli kenapa?” tanya Dafa penuh khawatir. Aruna menggeleng, “Nggak tahu, tadi nggak apa-apa tiba-tiba langsung pingsan.” Dengan cepat Dafa dan beberapa teman lainnya menggotong Juli menuju tenda booth kopi dimana Juni berada. Juni begitu kaget melihat kakaknya di gotong. Dafa yang menyadari raut wajah Juni lantas menepuknya pelan, “Nggak apa-apa, kayaknya pak Juli Cuma kecapekan aja.” Seraya tersenyum, Juni hanya mengangguk dan segera menghampiri sang kakak.


“Makasih ya Daf, Run. Maaf merepotkan lagi,” Ujar Juli yang kini tengah berbaring di kasurnya.

“Nggak sama sekali pak,” ujar Dafa.

“Sekarang istirahat, obat sama makanan udah saya siapin di meja, dimana jangan lupa.” Kali ini Aruna yang berbicara. “saya pulang dulu ya.” Juli mengangguk. “Makasih.”

Tidak lama adiknya masuk dan segera menjatuhkan tubuhnya memeluk sang kakak. Juli tersenyum, “Kakak nggak apa-apa, jangan nangis.” Juni segera memberikan satu buah kertas pada Juli.

Takut

“Ngapain takut hm? Kakak nggak apa-apa kok,” Ucapnya dengan tubuh yang masih di rengkuh erat oleh Juni. Juli hanya bisa tersenyum serta membalas pelukan sang adik.