24O

“Biar aku aja yang dorong, nanti tangan kamu sakit,” ujar Dafa kala melihat Juni berniat menjalankan kursi rodanya sendiri. Juni yang mendengarnya lantas diam mempersilahkan Dafa berbuat apa yang ia inginkan. Sepanjang perjalanan menuju ruang terapi, Dafa terus saja mengoceh mulai dari kapan ia bangun, apa yang ia makan ketika sarapan, apa saja yang terjadi ketika ia di kafe hingga apa yang ia rasakan saat bertemu dengan Juni. Membuat Juni sedikit pusing mendengarnya.

“Deg-degan tau kalo aku deket kamu, kayak apa ya....” ucapanya menggantung seraya kepalanya menegadah memikirkan perumpamaan yang cocok untuk mengambarkannya. “kayak... kayak...deg-degan aja gitu.”

Juni tetap diam mendengarkan pria itu mengoceh sesuka hati, sembari menunggu dokter untuk datang menemui mereka setelah memeriksa beberapa pasiennya.

Tidak lama dokter yang ditunggu datang. Lantas Dafa yang sedang duduk sembari mengetuk-ngetuk gagang kursi segera berdiri. Berniat memberi salam pada sang dokter.

“Pagi dok,” sapanya hangat.

“Pagi, loh ini siapanya Juni?” tanya sang dokter heran, ketika melihat Juni pergi tidak bersama dengan kakaknya. Dengan cepat Dafa menjawab, “Calon pacar,” seraya menyeringai lebar membuat Juni refleks membulatkan mata, menyanggahnya mentah-mentah. “Kenapa sih kalian, haha. Ayo masuk.”


“Keren, Juni udah mulai berani melangkah, besok-besok jangan ragu lagi buat maju ya, soalnya Dafa selalu ada di belakang Juni buat jagain Juni,” ujar Dafa kala mereka sedang berjalan menuju mobil usai terapi selesai. Juni hanya diam mendengarnya dengan hati yang begitu senang, sebab kakinya mengalami perkembangan, tentu saja ke arah yang lebih baik.

“Juni mau makan dulu sebelum pulang?” tanya Dafa lagi. Juni lantas mengangguk. Dengan senyumannnya Dafa segera menyalakan mobil, “Okay, kita berangkat!”