158
Beberapa tamu kian lama makin bertambah banyak, mulai dari anak-anak hingga beberapa yang seumur oma pun ikut menghadiri ulang tahun wanita yang sekarang berusia enam puluh satu tahun itu. Aruna yang sedari tadi berada di teras rumah, tidak henti-henti memberi salam pada setiap orang yang datang.
“Sibuk banget mbanya, haha,” ujar lelaki bertubuh tinggi dengan tas selempang yang ia putar ke belakang, berbalut kemeja cokelat dengan celana hitam bahan membuatnya sedikit keren di mata Aruna. “Iseng banget lo godain anak orang.” kali ini yang menjawab adalah, pria bertubuh lebih pendek dari yang sebelumnya, kulitnya lebih putih membuat dia terlihat lucu di mata Aruna. “E-em, siapa ya?” tanyanya gugup.
Lantas kedua lelaki itu tertawa seraya mengulurkan tangannya bersamaan.
“Gue Laksa.”
“Bima.” Setelahnya mereka berdua bertatapan saling menukar pandangan aneh, “Gue dulu anjir.” Aruna tertawa lalu menjabat kedua tangan mereka bersamaan dengan kedua tangannya, “Aruna, salam kenal ya.”
Tidak lama kemudian, Juli keluar dengan segelas air lalu memberikannya pada Aruna, “Minum.”
“Cie elah, perhatian banget bos ku,” ujar Laksa dengan cengiran khasnya, “Loh kapan nyampe lo?” tanya Juli. “Baru aja.”
“Jul, laporan besok ya gue sibuk,” ucap Bima tiba-tiba. “soalnya abis nemenin ibu motong bebek, biasalah tanggal tujuh.”
“Lah biar kenapa dah tanggal tujuh?”
“Biar hemat.”
“Walah anjir, gue kira ibu lo ikut sekte sesat,” ujar Laksa lagi. “Cah gendeng.” Aruna hanya terkekeh melihat ketiga lelaki itu berbicara yang tanpa ia sadari mengundang perhatian ketiganya. “E-eh maaf.” “HAHA, gak apa-apa mba, santai aja.”
“Aruna aja, gue masih muda,” timpal Aruna, lantas diangguki oleh Laksa dan Bima. “Oke, ayo masuk, mau lo pada di jewer oma lagi,” ucap Juli.
Acara potong kue telah selesai, sekarang hanyalah tertinggal beberapa tetangga dan kerabat terdekat oma yang masih berada di rumah seraya berbincang-bincang santai mengenai beberapa hal, terutama tentang hubungan Juli dan Aruna.
“Baru pertama kali loh Julio bawa perempuan ke rumah, mana cantik banget,” ujar wanita yang kira-kira berumur empat puluh tahun itu dengan ramah, Aruna yang tengah duduk di tengah-tengah menjadikannya pusat perhatian pada malam ini hanya mengangguk-angguk saja. “Udah pacaran berapa lama?”
Aruna sedikit kaget akan pertanyaan yang dilontarkan padanya itu, hendak menjawab alasan-alasan yang memungkinkan tapi Juli lebih dahulu menjawabnya, “Sebulan.”
“Wah, masih baru ya, aduh jangan sampe putus ya? tante titip Julio, dia suka bandel soalnya.” Aruna hanya mengangguk-angguk menanggapi wejangan-wejangan yang diberikan, sampai perhatiannya teralih akan dua lelaki yang baru saja ia temui tadi sedang menahan tawanya yang ingin keluar kalau saja Juli tidak menginjak kedua kaki lelaki itu, membuat mereka mengaduh kesakitan dan pamit untuk keluar mencari angin.
Satu jam kemudian, para tamu sudah semua pulang, tersisa Juli dan ketiga temannya yang masih setia berbincang. “Kalau mau tidur, tidur aja biar ini Laksa sama Bima yang beresin,” ujar Juli pada Aruna yang baru saja keluar dari kamar mandi. Aruna kira teman-temannya ini akan menolaknya tetapi ia salah, “Ia Run tidur aja, biar kita yang beresin.”
Aruna mengangguk, lantas segera masuk ke kamarnya, tubuhnya sudah terasa remuk akibat terlalu lelah mengurusi berbagai macam keperluan untuk acara hari ini, mulai dari kue hingga dekorasi ia ikut turun tangan mengurusnya, dengan cepat ia segera baringkan tubuhnya dan memejamkan mata, ia ingin tidur sekarang. pub