115 | Flashback

“Pak....” ujar Aruna yang mulai merasa aneh akan tatapan Juli yang sangat mengintimidasi dirinya sekarang. “pak, jangan kesurupan pak, saya bukan ustadz.” Lantas setelah Aruna berbicara seperti itu Juli segera mengembalikan kesadarannya. “Ngawur, siapa juga yang kesurupan.”

“Lah itu tadi.”

“Run.” Suara Juli lebih lembut dari biasanya, Aruna bisa merasakannya sekarang. “I-iya pak?” jawabnya sedikit gugup. “Mau bantu saya nggak?”

“Bantu apa pak?”

“Jadi pacar pura-pura saya.” Lantas Aruna memekik cukup keras membuat beberapa pengunjung melihat kearah mereka. “Nggak usah teriak juga kali,” omel Juli.

“Ya abisnya bapak, to the point banget?!”

Juli terkekeh pelan. “Mau nggak?”

“Nggak,” jawab Aruna cepat. Baru saja Juli ingin memasang wajah nelangsa tapi Aruna segera berucap kembali. “nggak mau.”

“Seminggu aja.”

“Nggak.”

“Lima hari.”

“Nggak.”

“Gaji naik dua kali lipat.”

“Bisa diatur.” Ingin sekali Juli menjitak kepala lawan bicaranya itu jika ia tidak ingat bila sekarang ia membutuhkan bantuannya. “Bener-bener mencari kesempatan dalam kesempitan.”

“Di dunia ini mana ada yang nggak gratis pak.”

“Oke, deal ya kamu jadi pacar pura-pura saya mulai sekarang.”

“Deal.”

“Siap-siap dari sekarang lusa kita berangkat ke Yogya.” Ucapan Juli tersebut lantas mengundang raut wajah tidak setuju dari Aruna, belum sempat Aruna berkomentar Juli dengan cepat berbicara, “Saya nggak terima penolakan Aruna.” Lantas setelahnya ia pergi meninggalkan Aruna dengan rawut wajah sebalnya itu.

“Ck, nyebelin banget sih.”