01.
“nenek!!” teriak Davi cucu laki-lakiku satu-satunya, yang paling kecil dan juga yang paling berisik dari yang lainnya. “selamat ulang tahun nek!!” lanjutnya lagi dengan senyum yang merekah bak bunga yang sedang mekar, manis.
“makasih sayang,” ujarku seraya mengelus surai hitamnya itu lembut, hari ini ulang tahunku yang menginjak enam puluh tiga tahun. Sebenarnya tak perlu ada lagi perayaan, tetapi Davi, memaksa untuk diadakannya perayaan kecil-kecilan dirumah. Sekarang hanya kita berdua dirumah sedangkan yang lain sedang membeli perlengkapan untuk perayaan nanti malam itu.
“nenek,” panggil Davi dari arah gudang, membuatku melangkah ke arah dimana memori-memori masa laluku bersemayam disana. Langkah kakiku akhirnya sampai pada ruangan tua yang sudah lama tak kumasuki, melihat Davi yang masih asyik mengelilingi rak demi rak yang penuh akan debu akibat terlalu lama dibiarkan begitu saja.
“banyak banget nek barang-barangnya,” ujarnya antusias dengan mata yang bulat yang berbinar itu. Aku duduk di salah satu kursi tua disana, akibat usia yang semakin bertambah membuatku tak bisa berdiri lama. Niat ingin membetulkan salah satu bingkai foto yang terjatuh, sikuku menyenggol salah satu kotak hijau tosca dengan kunci berbentuk hati merah muda di pojok meja. Mengambil alih perhatian Davi yang sedang memainkan pesawat-pesawatan milik kakeknya dulu.
“wah apa itu nek?” ucapnya seraya mendekat kearah kotak itu, mengambilnya lalu menelaah bagian demi bagian hingga tak terlewat satu sisi pun. “yah... di kunci ya nek?” ujarnya sedih.
Aku mengangguk, lalu membuka salah satu laci. “tapi, kuncinya ada disini.” Senyumnya kembali mengembang, lalu dengan cepat kunci sudah beralih ke genggamannya. Membukanya dengan cepat lalu tampilan debu kusam menyapanya pertama kali membuat batuknya keluar.
“wah debunya banyak banget, udah lama banget ya nek?” tanyanya. “iya, hampir, eum... sekitar empat puluh lima tahun yang lalu?” ucapku yang sukses membuat mulut dan matanya membulat. “hah?! Wow....” Satu persatu barang dikeluarkan, mulai dari scraf merah muda kesayanganku, gelang dengan motif bulan, dan juga sebuah kamera analog yang sudah kusam.
“ini punya nenek?” kamera analog cokelat ia arahkan padaku, anggukkan pun aku berikan. “dari siapa ini nek? Ada tulisan ‘CA’ nya, kalau nama nenekkan Cemara, terus ‘A’ itu siapa?” pertanyaan beruntun ia tanyakan.
“dari seseorang yang membuat ini,” jawabku seraya mengangkat sebuah gelang berbentuk bulan yang tadi berada didalam kotak itu. “ya siapa nek, pacar nenek ya?”
“bukan pacar si, eum.. teman?”
“mana mungkin teman ngasih gelang yang begitu cantik seperti ini.”
“teman yang spesial.”
“pasti orangnya romantis ya nek?” tanyanya lagi dengan antusias. “ya hanya seperti itu.”
“ceritakan dong nek!! Biar Davi bisa belajar buat deketin Dira!” bicara tentang Dira, dia adalah seorang gadis cantik dengan lesung pipi yang selalu menghiasi setiap senyumnya, membuat cucuku ini terpesona saat pandangan pertama melihat Dira. Lucu sekali.
“iya-iya nenek cerita.”